Cerpen : Dari Rindy, Untuk Duta

Dari Rindy, Untuk Duta
“Gulita telah berganti, Kasih itupun pergi”
(Oleh : Debby Pratiwi ) 
Ba’da Maghrib telephone selulerku berdering. Dering nada SMS. Dari layar ku baca pesan itu, rupanya dari si Duta. “Sayang, aku ke Kost kakak kamu. Ini aku mau berangkat.” Ya, memang saat itu aku sedang berlibur ke Surabaya ke tempat kakakku yang letaknya tak jauh dari tugu pahlawan.

Di satu sisi aku sangat Bahagia karena akan segera bertemu dengan seseorang yang sedari dulu ku anggap sahabat. Dan akhir-akhir ini telah menjelma ba’ Malaikat hatiku. Bukan sekedar itu bahkan telah menjadi separuh dari hidupku. Dia Cintaku bisa dibilang kekasihku.Meski dalam sejarah kami belum pernah ada ajakan dia padaku untuk menjadikan aku pacarnya. Dan tentu aku tak berharap demikian karena aku telah lumayan trauma dengan masa laluku yang kelam. Yang cukup membuat hatiku dan perasaanku begitu kacau. Kehilangan orang yang aku cintai karena dia yang lebih memilih kekasih barunya. Memang perpisahan itu bukan dia yang meminta tapi aku sendiri yang meminta tuk mengakhiri semua. Aku telah lelah dengan air mata itu. Walau awalnya aku rela diduakan namun akhirnya kesabaranku pun berbatas. Karena ku akui saja bila dibandingkan dari segala sisi antara aku dan wanita itu mungkin aku hanyalah kertas usang yang tiada gunanya juga tak memiliki daya tarik. Tak salah bila dia lebih rela menyakiti aku daripada menahan diri dari godaan wanita itu.

Cukup, cukup... Cukup sakit mengenang masa lalu yang begitu menyakitkan itu. Kan ku cari kebahagiaanku yang baru dengan separuh sayap cinta yang baru. Dan semoga dengan melepaskan separuh sayap cinta lama itu, dia akan temukan sejatinya. Doaku untukmu, sang mantan.

SMS itu, hampir saja aku lupa. Segera aku membalasnya dengan wajah yang cemas dan begitu deg-degan. Sungguh tak dapat diuraikan melalui kata-kata. “Iya, hati-hati..!!!”, balasku. Namun tak ada balasan lagi darinya.

Kakak mengajakku mencari makan di luar. Segera ku kenakan jaket switerku yang berwarna putih tulang. Untuk menutup kaos hitam pendek yang membalut tubuhku. Dengan celana batik kesayanganku yang ku beli di Jogja ketika Kunjungan Industri kemarin. Jilbab Abu-abu menutup auratku. Rupanya tak berapa lama tiba-tiba Ibu kost memanggil kakakku. “Viiiii, ada yang mencari kamu. Katanya tadi cari Rindy atau siapa gitu, ya tak bilangin kalau disini tidak ada yang namanya Rindy adanya Dirvi. Itu loo dia nunggu di depan.” Aku dan Kakak saling memandang. Dan rasanya aku begitu gugup. “Kayaknya itu Rudi deh, Rin..?”, gumam kakakku. Akupun berfirasat demikian. Kakak pun mengajakku untuk segera menemui tamu itu.

Ku berjalan dengan wajah gugup dan detak jantung yang tak menentu. Membuka pintu ruang tamu dengan tangan yang begitu dingin. Dari depan pintu tampak dua orang pemuda berdiri di depan pagar rumah. Segera ku hampiri, ku sapa dan ku ulurkan tanganku untuk saling berjabat tangan. “Duta, yaa???”, sapaku masih dengan kegugupan itu sambil membuka pintu pagar lalu mempersilahkan Duta dan temannya masuk ke teras. Karena maklum saja aku tak berani mengajaknya masuk ke Ruang tamu karena sungkan sama ibu kost yang katanya lumayan sensi.

Tanganku gemetar sambil membuka kunci pagar. Dia dan temannya pun masuk ke teras lalu ku persilahkan duduk sementara aku dan kakak berdiri di depan  mereka karena kursinya hanya ada dua. Kakak berbisik kepadaku, “Tunggu sebentar tak belikan minuman!”  Tak berapa lama kakak beranjak meninggalkan kita bertiga. Dan aku masih saja bingung bagaimana memulai percakapan itu. Namun terus ku beranikan diriku untuk bertanya-tanya. Dia pun memperkenalkan teman yang dia bawa. “Kenalkan ini Tian, temenku!”, ucapnya. Ku ulurkan tanganku namun rupanya pemuda itu sangat alim sekedaer berjabat tangan saja seperti dalam Film Ayat-Ayat Cinta. Dia menolak untuk berjabat dengan lawan jenis. Namun, aku tak mempermasalahkan itu.

Tak berapa lama kakak datang dari gang sebelah sambil membawa dua botol Fanta dan dua buah gelas besar yang berisi es batu di tangannya. “Ini silahkan diminum!”, kakak mempersilahkan kepada mereka. Sambil berbincang-bincang mereka menuang sedikit demi sedikit minuman itu ke gelas yang berisi es batu tadi. Kita mulai perbincangan itu. Dia bertanya tentang aku dan sekolahku, begitupun sebaliknya. Akupun bertanya tentang sekolah temannya.

Kadang di sela perbincangan kita tanpa sepengetahuannya aku menatap wajahnya dalam hati menggumam, “Subhanallah, inikah seseorang yang ku impikan selama ini? Inikah impian masa depanku? Inikah seorang sahabatku yang ku anggap special? Inikah kekasih yang ku panggil ‘Sayang’ selama ini? Inikah dia yang selama ini sanggup berkomitmen untuk hidup bersamaku di masa mendatang?”

Namun, tiba-tiba mereka mempersilahkan aku dan kakakku untuk duduk di kursi mereka. “Waduh, sini loe mbak duduk di kursi kita jadi gak enak. Lagian kita kan cowok.”, pinta mereka. “Tidak, tidak usah. Tidak apa-apa kok.”, jawabku dan kakakku. Dan akhirnya kita semua memutuskan untuk duduk di bawah bersama saja. Rupanya lebih nyantai. Kita melanjutkan perbincangan tentang bagaimana bisa sampai di kost kakak dan tau alamatnya. Duta malah menggombal, “Iya tau dong, dicari gitu. Ini ni Mbak kesetrum ini looe...!!” Sambil menggerak-gerakkan bahunya ke arahku seolah memberi isyarat. Namun tadak ada yang mengerti maksudnya.

Tiba-tiba saja kita kehabisan kata-kata dan Tian  kembali membuat suasana hidup kembali.

“Waaahh, ini tadi janjian atau gimana masa bajunya warnanya sama?? Hitam-hitaman.”, ucap Tian.

Bersamaan aku dan Duta menjawab, “ Ada ikatan batin.”

Begitu kompak. Duta pun bertanya, “Pulang ke Lamongan kapan?”

“Rencananya siih pulang pas tahun baru tanggal 01 Junuari pagi setelah Subuh. Soalnya sudah kangen banget sama adik di rumah.”, jawabku dengan pandangan ke segala arah yang tak tentu.

“Waaaahhh, Mbak. Padahal mau diajak keluar tuuh sama Duta”, sela Tian.

“Iya, sebenarnya pengen ngajak keluar. Tapi berhubung buru-buru pulang, yaa mau gimana lagi.”, gumamnya dengan agak sedikit kecewa. Namun sebenarnya dia tak kecewa.

Begitu tak terasa waktu yang bergulir. Jam menunjukkan pukul 20.30an. Duta dan Tian berpamitan untuk pulang. Dan akupun melepas kepulangannya. Bersama gulita di akhir tahun 2012 dalam suasana riuh kota Pahlawan, dia menjabat tanganku dan berpamitan. Mendorong motornya dari gang ke jalan raya. Gulita perlahan membawanya hilang dari pandanganku. Gulita  membawa cintaku memisahkan aku darinya.

Dan taukah engkau wahai kawan, itu adalah pertama kalinya aku bertemu dengan seorang cowok secara langsung bahkan dalam jarak yang begitu dekat tanpa adanya keterpaksaan. Telah terencana dalam mimpiku selama ini. Akhirnya terlaksana seperti yang ku harapkan.

Namun, pertemuan singkat itu sangat berkesan dalam sejarah hidupku. Hidup dan Abadi dalam aliran darahku bahkan denyut nadiku. Walaupun gulita telah berganti dan cinta itu telah pergi dari pandanganku. Aku takkan melupakan itu. 
DeAnhl
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEMORI FOTO

http://picasion.com/

Pengunjung

Isi Blog Saya

TERJEMAHAN

Mengenai Saya

Foto saya
Sukamara, Kalimantan Tengah, Indonesia
Hai, Saya Sandi Irawan. Saya Berasal Dari Desa Sungai Tabuk, Kec. Pantai Lunci, Kab. Sukamara, Kalteng. Saya Menyelesaikan Pendidikan di SDN 1 Sungai Tabuk, MTs Darul Ulum Sungai Tabuk, SMAN 1 Pantai Lunci Dan Selesai Kuliah di Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.

Kalender Masehi Dan Hijiriah




Kritik dan Saran

Nama

Email *

Pesan *

Arsip Blog

Postingan Terbaru

DUKUNG SAYA

Tonton Video Saya Like dan Komentar Serta share KLIK YOUTUBE SAYA Terima Kasih Anda Sudah Berkunjung.