Cerpen : Bukan Teddy Bear Lagi

Bukan Teddy Bear Lagi

(Oleh : Debby Pratiwi )

Malam ... Kaulah teman setiaku.
Malam ini membawaku pada kenangan beberapa tahun saat aku masih SMA. Yang setiap jam-jam ini biasanya kuhabiskan malamku mendengarkan radio dan menunggu SMS curhatanku maupun puisiku dibacakan. Memang belum terlalu indah puisi yang mampu ku karang semasa itu tetapi, seseorang membuat imaginasiku begitu lincah sehingga diksi-diksi itu muncul begitu saja dan menjadi sebait dua bait puisi. 
Dia telah kuanggap kakak, dia begitu spesial untukku. Mungkin karena dia sering memberikan perhatian untukku dan sajak-sajaknya indah menurut penilaianku karena jarang sekali seorang laki-laki bersajak kecuali jika dia memang jago menggombal. Sajaknya begitu penuh makna. Yaa, dialah seorang yang membuatku simpati hingga aku tak bisa membedakan mana perhatian seorang kakak dan mana yang bukan.
Aku dan dia seringkali menghabiskan malam untuk mendengar radio di gelombang yang sama. Tak jarang seringkali aku sengaja menulis puisi dan curhatan-curhatan yang spesial kutujukan untuknya. Sungguh, betapa labilnya aku. Dia memang tak seintens aku yang hampir tak pernah melewatkan siaran radio malam edisi curhatan maupun puisi. Kupikir dia tak pernah peduli setiap aku mengirim puisi untuk dia. Tetapi, di suatu malam aku mengirimkan salam untuknya dan dia mendengarkan itu. Yang sangat memalukan adalah ketika menelephone aku, dia ulang kata-kata dan juga salam yang kurangkai untuknya. 
Dia yaa dia... Membuatku bersemangat untuk menulis puisi-puisi.
Semua itu sirna. Apalagi jika bukan karena dia membuatku kecewa. Aku dijanjikannya sebuah boneka apapun yang aku minta asalkan aku berhasil membuat puisi tanpa huruf "A". Hal yang awalnya kuanggap sulit sehingga aku selalu menunda untuk mengerjakan itu. Namun, akhirnya aku berhasil menyelesaikannya dan terkumpullah empat bait puisi bebasku tanpa huruf "A". Setelah itu kukirim padanya dengan penuh harapan dan imaginasi bahwa aku akan mendapatkan sebuah boneka Teddy Bear yang bulunya berwarna cream, pasti itu lucu sekali. Rupanya, apa yang dia katakan sungguh sangat mengecewakan. Katanya puisiku biasa-biasa sajalah, kata-katanya diulang-ulang lah atau apalah.... Sungguh aku sangat kecewa.
Aku kecewa bukan karena aku tak mendapatkan boneka Teddy Bear itu tapi, aku kecewa karena dia sama sekali tidak menghargai usahaku. Dia juga tak menepati janjinya. Karena kesepakatan di awal dia tidak pernah mengatakan bahwa kata-kata tidak boleh diulang. Padahal membuat puisi tanpa huruf "A" tidak semua orang bisa membuatnya. Bahkan mungkin diapun belum tentu bisa. 
Ku tau dia pujangga namun, bisakah dia lebih bijak dan konsisten dengan apa yang telah ia katakan? Sebijak sajak-sajak yang ia rangkai.

"SEPERIH INI"
Letih kini membisu diri
Di rintik gerimis kecil ini
Ku menunggumu muncul di sudut mimpiku
Seperti dulu-dulu

Kini dirimu pergi demi egomu
Tulus ini kuberi berujung perih
Pikirkupun dirundung pilu
Memory pedih itu mungkin belum terkikis

Bumipun turut bersedih
Dentum guntur membunuh sepi
Bening embun gugur menetes di pipi
Sungguh terlukis bukti perih ini

Putusmu mengusirku di hidupmu
Meski kini hidupku redup penuh jenuh
Ku gigih bersembunyi di senyum bohong ini
Tuk menutupi perih, seperih ini.

Wotan, 27-01-2015
"Jangan kecewakan seseorang karena itu bisa menghambat dia untuk berkarya."-DeAnhl-
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEMORI FOTO

http://picasion.com/

Pengunjung

Isi Blog Saya

TERJEMAHAN

Mengenai Saya

Foto saya
Sukamara, Kalimantan Tengah, Indonesia
Hai, Saya Sandi Irawan. Saya Berasal Dari Desa Sungai Tabuk, Kec. Pantai Lunci, Kab. Sukamara, Kalteng. Saya Menyelesaikan Pendidikan di SDN 1 Sungai Tabuk, MTs Darul Ulum Sungai Tabuk, SMAN 1 Pantai Lunci Dan Selesai Kuliah di Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.

Kalender Masehi Dan Hijiriah




Kritik dan Saran

Nama

Email *

Pesan *

Arsip Blog

Postingan Terbaru

DUKUNG SAYA

Tonton Video Saya Like dan Komentar Serta share KLIK YOUTUBE SAYA Terima Kasih Anda Sudah Berkunjung.