Cerpen 1
DILEMA
(Oleh : Debby Pratiwi )
“Seringkali hidup memojokkan kita dengan pilihan-pilihannya.
Pilihan ini menyulitkanku...”
Masa SMK ini
begitu berbeda dari masa SMP. Dimana aku menemukan teman-teman baru dalam
hidupku, menemukan sahabat, dan cinta. Layaknya remaja-remaja normal lainnya.
Di masa ini aku tak menutup diriku dari hal-hal baru.
Rutinitasku
juga jauh berbeda dari bangku sekolah sebelumnya. Di masa ini aku jauh lebih
berani mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, ikut organisasi.
Bisa dibayangkan betapa kini sibuknya aku. Yang dulunya pulang telat hanya
ketika mengikuti pramuka dan regu inti saja, kini hampir setiap hari aku berada
di sekolah sampai sore hari. Organisasi, kepanduan, dan juga bela diri. Bisa
dibayangkan bukan semua hal yang membosankan telah berubah menjadi hal yang
begitu indah. Dan aku benar-benar bisa merasakan indahnya masa SMK.
Keindahan
masa SMK itu kurasakan sejak pertama kali aku mendaftar di sekolah yang sebenarnya
tidak terlalu faforit di daerahku. Tapi, aku merasa disinilah aku menemukan
sesuatu yang selama ini aku cari. Aku mulai belajar mandiri, berani, dan
lantang. Mulai berani mengakrabkan dengan teman sebayaku, kakak kelas dan juga
para guru. Lingkungan yang begitu ramah dan bersahabat sehingga tak membutuhkan
waktu lama untukku beradaptasi dengan lingkungan baruku.
Kecanggungan
telah berubah menjadi rasa percaya diri yang luar biasa. Eksistensiku seolah
berada pada puncaknya. Namaku tercantum dalam kepengurusan organisasi, redaksi
majalah sekolah, tim bela diri, pelatih kepanduan. Yang akhirnya banyak orang
yang mengenalku, pun para guru, dengan pembawaanku yang ramah pada mereka. Tak
hanya dengan guru, aku mulai akrab dengan penjaga sekolah dan tukang kebun.
Karena keseringanku pulang telat sehingga seringkali aku mengobrol ramah dengan
bapak-bapak penjaga sekolah dan tukang kebun.
Mungkin dari
situlah awal semua bermula. Perkenalanku dengan dia. Anak penjaga sekolah yang
baik hati. Singkat cerita setiap senja berada diperaduannya aku baru saja bergegas
mengemas tas sekolahku untuk pulang. Suasana sekolah sudah sepi sejak pukul
14:00. Semua siswa siswi berseragam sudah berhamburan ke rumah masing-masing.
Tapi, aku masih menunggu senja yang menjadi alasanku untuk pulang. Seperti biasa aku selalu mengembalikan kunci
sekolah ke rumah penjaga sekolah yang kebetulan saat itu sudah tak berada di
sekolah. Namun, senja itu dari gerbang sekolah terlihat ada seorang pemuda
dengan mengendarai motornya tampak menuju ruang TU sekolah. Dia memarkirkan
motornya di halaman sekolah lalu turun dan berjalan ke arah lorong-lorong dan
sudut sekolah. Menyalakan lampu dan mengunci pintu. Aku sering melihatnya
melakukan hal yang sama di hari-hari sebelumnya.
“Mas Fajar,
ini kuncinya!!” sapaku sambil menyerahkan kunci sekolah di tanganku kepadanya.
“Oh, iya
dhek. Makasih yah!” balasnya dengan senyuman kecil.
“Sama-sama,
kak. Aku duluan yaah!!” pamitku sambil berlalu.
Yaaahh,
dialah Kak Fajar. Yang bernama lengkap “Al-Fajri Setiawan”. Sosok lelaki
sederhana yang diam-diam kukagumi tapi tak berani kuakui. Dia adalah anak
penjaga sekolah. Ibunya memiliki warung di sekolah. Kakaknya adalah TU super
judes di sekolahku. Rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah. Jadi, setiap kali
aku lembur di sekolah pasti aku bertemu dengan dia tanpa sengaja. Di mataku dia
adalah sosok yang berbeda. Seorang yang rajin dan sangat patuh pada kedua orang
tuanya. Sepintas tentangnya yang mungkin sebenarnya itu hanyalah alasan tak
bermutu untuk menjawab mengapa aku jatuh hati padanya. Pertemuan tanpa skenario
itu belakangan membuatku menjadi betah berlama-lama berada di sekolah. Meskipun
tanpa aktivitas kadang aku sengaja bermain-main di sekolah hanya agar bisa
melihat, menyapa ataupun sekedar bercanda dengan Kak Fajar. Hanya saja Kak Fajar
tidak satu sekolah denganku, jadi hanya dengan itu bisa mencuri kesempatan
untuk bisa bertemu dengannya.
Beberapa bulan
itu aku hanya menyimpan dalam-dalam seorang diri keinginanku untuk bertemu Kak
Fajar dan mencari tau tentangnya. Aku masih diam dalam ketakutan. Tak memiliki
keberanian untuk menerjemahkan arti kekaguman ini. Hanya kekaguman biasa, rasa
suka biasa ataukah sebenarnya ada sebuah harapan mendalam akan sebuah perasaan.
Aku takut akhirnya rasa suka yang kurasakan ini justru berubah menjadi rasa
ingin memiliki, dimana aku tau semua takkan mungkin. Aku juga takut dia telah
memiliki pasangan mengingat dia menempuh pendidikan di sekolah faforit.
Tentunya ia mencari model wanita yang seperti apapun pasti ia jumpai di sana. Dan
yang paling menjadi momok di antara ketakutan-ketakutan itu adalah keluarganya.
Aku takut rasa suka yang mungkin ada dihadang oleh restu keluarganya. Karena
aku tau betul kakak-kakak kak Fajar ini orang yang judes yang pasti materi dan fisik
menjadi hal yang utama. Yaa, meskipun aku tidak berbohong terkadang kakaknya
juga baik denganku.
Akhirnya
ketakutanku berubah menjadi rasa penasaran dan semakin ingin tau tentang Kak
Fajar. Aku mencoba menanyakan nomor HP Kak Fajar pada orang-orang terdekatku.
Kepada Guru dan pelatihku bela diri. Tapi, hasilnya Nol. Tiada satupun yang memiliki
kontak Kak Fajar. Aku mencoba mencari akun facebooknya. Tapi, juga nihil
hasilnya. Aku nyaris menyerah tapi entahlah Allah rupanya memberikan kontak Kak
Fajar melalui Kak Fajar secara langsung dengan cara yang tak terduga sebelumnya.
Di sekolah
tempatku menimba ilmu, aku memiliki bisnis kecil-kecilnya. Dimana Kak Fajar
adalah salah satu memberku. Dia tertarik dengan bisnisku yang unik dan tak
lazim ini. Bisnis yang membutuhkan ketlatenan, keuletan, kesabaran, kerja
keras, dan mental yang kuat. Dari situlah kita saling membutuhkan. Saling
sharing dan berbagi informasi apa saja yang berkaitan dengan bisnis yang kita
jalani.
Matahari yang
bertengger serasa tepat berada di atas kepala rupanya perlahan mulai meredup
dan nyaris kembali ke peraduannya. Sementara tugasku belum usai sedangkan
fisikku seolah berteriak meminta untuk diistirahatkan. Aku berjalan ke arah
parkiran motor. Menuntun motorku keluar dari parkiran dan tanpa menunggu lama segera
kutunggangi motor merahku untuk membawaku pulang. Seperti biasa, Pak Rajasa ayah dari Kak Fajar
menitipkan kunci motor kepada anak-anak yang sedang lembur di sekolah. Jadi,
aku berkewajiban mengembalikan kunci ke rumah Pak Rajasa. Dalam perjalanan
mengembalikan kunci di tengah jalan dekat rumah Pak Rajasa aku bertemu dengan
anaknya, Kak Fajar. Ohh.. alangkah senang hatiku. Tampak dia sedang
mencarikan daun-daunan untuk makan kambing-kambingnya. Rutinitas yang selalu
dia lakukan tanpa rasa malu.
“Kak
Fajar!!”, panggilku.
“Ini
kuncinya.” Sambil ku ulurkan kunci itu.
Dia berjalan
ke arahku dan meninggalkan sabitnya.
“Oh, iya.
Makasih ya, Dek!”
“Kak, gimana
ma tawaran bisnis kemarin? Ada yang berminat nggak?”
“Ada sih,
tapi entar atau besok tak kabarin lagi!”
“Hmmm, gitu
yaaa???”
Dengan penuh
deg-degan aku mencoba memberanikan diri memanfaatkan kesempatan itu untuk
menjalankan misiku.
“Gini aja
kak, aku minta nomor HP Kakak. Nanti aku SMS. Kalau ada yang berminat kakak
hubungin aku. Gimana?”
“Oh, iya.
Boleh. Catat yaa!!”
Ploooong,
rasanya lega campur deg-degan dengan tangan bergetar yang basah karena keringat
dingin aku mengetik nomor Telephone Kak Fajar.
“Makasih yah,
Kak. Entar aku SMS. Aku pulang dulu ya Kak! See U!!!”, pamitku sambil tancap
gas.
“Iya,
hati-hati!”, Jawabnya.
Sepanjang
perjalanan pulang aku masih terbayang Kak Fajar dan apa yang baru saja ku
peroleh. Nomor Hpnya. Sesekali aku tersenyum sendiri di perjalanan. Entah ada
yang melihat atau tidak. Namun, semoga saja tidak. Cara tuhan memang begitu menakjubkan.
Sejak itu, di
tengah-tengah kesibukanku denga rutinitasku aku mencoba mencuri-curi waktu dan
memanfaatkan kesempatan untuk menghubungi Kak Fajar. Semakin lama aku semakin
banyak tau tentang Kak Fajar. Aku mencari tau semua tentang Kak Fajar, terutama
kehidupan asmaranya.
Sepertinya
aku mulai terjebak pada zona yang disebut “Falling in Love”, seperti yang
terjadi pada teman-teman sebayaku. Tetapi, rasa menjadi dilema yang begitu
besar dalam hatiku saat itu. Karena waktu begitu cepat berputar. Pertemananku
dengan Kak Fajar hanya sebatas teman, dia tak peka dengan yang kurasa. Karena
mungkin juga aku yang terlalu takut dengan kenyataan terburuk yang mungkin
terjadi apabila aku tak mampu menghalau rasaku.
Sejujurnya
setiap kali aku mengingatnya, melihatnya dan bahkan menyapanya terbesit sebuah
harapan. Namun lagi-lagi aku takut menodai persahabatanku dengan Kak Fajar. Belum
lagi rasa takutku pada Kakaknya yang super judes itu. Mungkin karena selama ini
keluarga Kak Fajar telah begitu baik denganku. Sehingga aku lebih memilih
menjadi sahabatnya itupun bila aku di anggap. Kalaupun tidak dianggap biarlah
aku hanya dianggap sebaga NEO, siswa Super. Kak Fajar terkadang menjadi sebuah
penyemangatku di sekolah. Aku sempat curhat-curhat dengan Kak Fajar. Dia
mempunyai cita-cita yang begitu besar, yaitu menjadi abdi bela negara atau TNI.
Dia sering bercerita tentang perjuangannya, mulai dari ia mempersiapkan diri
untuk menghadapi sebuah tes, melengkapi persyaratan dan mendaftarkan diri Kak
Fajar selalu menceritakan padaku. Semua itu dia persiapkan dengan matang demi
menggapai cita-citanya itu. Tapi, rupanya saat itu takdir belum berpihak. Allah
menyiapkan rencana lain di balik usaha dan doanya selama ini.
“Dhek, aku
belum berhasil!!!”, pesan dari kak Fajar. Hatiku ikut menangis membaca pesan
itu. Padahal aku bukan siapa-siapanya. Mungkin karena aku yang pernah menjadi
saksi perjuangannya. Aku hanya bisa mencoba menenangkannya. Aku selalu berdoa
berharap Allah tetap memberi ketabahan untuk Kak Fajar.
Aku tau dia
bukan tipe seorang yang mudah menyerah. Setelah kegagalan itu dia memutuskan
pergi ke Kota untuk bekerja. Hanya 2 bulan dia disana akhirnya memutuskan untuk
pulang dan mencari pekerjaan di dekat sini. Masih sering contact namun
jarang bertemu karena jadwalku yang tak sesibuk dulu. Yang membuat aku harus
pulang lebih awal dari jadwalku sebelumnya. Dia juga sudah jarang main ke SMK
lagi karena waktunya dihabiskan untuk bekerja.
Di suatu
kesempatan. Seperti tahun-tahun sebelumnya sekolahku tengah mengadakan pawai untuk
menyambut hari kemerdekaan. Kebetulan aku menjadi bagian dari kepanitiaan. Aku
turut mendampingi teman-temanku mengikuti pawai itu. Ketika melewati depan tempat
kerja Kak Fajar aku berharap dia keluar. Rupanya, untuk kesekian kali Allah
memberikan aku kejutan dengan secara tiba-tiba aku melihat dia sedang menonton
pawai di depan tempat kerjanya. Saat kita saling memandang tiba-tiba spontan
kita saling tunjuk sebagai refleks dari hal yang tidak terduga. Dan beberapa
hari setelah itu kami membuat janji untuk ikut bakti sosial donor darah yang
diadakan Forum Pemuda Peduli Donor Darah di kecamatan kami. Aku dan Kak Fajar
sama-sama menjadi relawan donor darah. Kita duduk berdampingan, saling berfoto.
Betapa saat itu adalah saat yang sangat membahagiakan dalam hidupku.
Waktu semakin
tak berpihak. Begitu cepatnya aku berada pada masa akhir SMK. Sedangkan aku
merasa baru kemarin aku mendaftar di SMK yang memberiku jutaan warna ini. Dan
semakin kesini seolah ada jarak yang memisahkan aku dengan Kak Fajar.
Memang ada pepatah yang mengatakan “Ada pertemuan,
pasti ada perpisahan”. Saat ini perpisahanku dengan teman-teman dan semua
kenangan SMK ku cepat atau lambat akan segera tiba. Itu berarti, aku tidak akan
lagi bertemu dengan Kak Fajar. Sedang ada perasaan mengganjal yang belum sempat
disampaikan bulan kepada matahari. Apalagi setelah ini aku bercita-cita
melanjutkan study di Kota. Kak Fajar, entahlah. Setelah teman-teman dan para
guru mungkin kak Fajarlah yang membuat aku berat menerima perpisahan ini.
Betapa hati ini memendam kepiluan yang mendalam. Aku tau Kak Fajar memang dekat
dengan salah seorang sahabatku juga namun, entah mengapa aku masih menyimpan
kekaguman yang aneh ini. Aku ingin mengungkapkan rasa ini karena aku takut
selamanya aku nggak bisa mengungkapkannya pada Kak Fajar. Biarlah aku tak bisa
menjadi kekasihnya setidaknya tidak ada lagi beban yang kan ku sesalkan esok
bila kita telah berpisah.
Hari itu datang.
Setelah hampir 3
tahun, tibalah saat yang mendebarkan itu. Aku meminta ridho dari semua
orang mulai dari orang tua sampai teman-teman yang pernah berselisih denganku.
Termasuk Kak Fajar. Sebulan kemudian aku dan teman-teman seangkatan telah mengantongi
amplop yang berisi surat kelulusan. Dan air mata beserta sujud syukur tumpah
bersama-sama.
KITA LULUS 100%, Alhamdulillah!!!
Dan inilah saat terakhir kita bersama sebelum esok
kita di hadapkan pada masa depan yang nyata. Semua berpakaian Hitam Putih.
Tampak sebuah panggung sederhana dengan hiasan sederhana dan banner yang
bertuliskan “WISUDA PURNA SISWA”. Tampak wajah sedih, haru, bahagia semua
bercampur menjadi satu. Inilah saat terakhirku. Hingga satu demi satu nama
dipanggil ke depan panggung. Dengan rangkaian acara yang meriah. Air mataku tak
berhenti terjatuh. Merasa berat melepaskan teman-teman seperjuangan. Yang
dimana setelah ini, akan sangat sulit bagi kita untuk bertemu.
Perpisahan itu usai. Hingga sore hari aku masih
duduk di gazebo sekolah. Berharap aku bertemu Kak Fajar untuk mengucapkan salam
perpisahan dan semoga kelak dipertemukan lagi di situasi yang berbeda. Namun,
hingga senja kembali ke peraduannya dia tetap tak kunjung datang. Sekedar
pesannya pun, tak satupun mampir ke Hpku. Aku memang kehilangan tapi, kurasa
aku benar-benar telah kehilangan sosok lelaki idamanku, sahabatku, kakakku,
sekaligus penasehat yang baik untukku. Tapi, kabarnya pun aku tak tau di hari
purna siswa ini. Aku pulang dengan air mata yang tertahan dan sedikit pilu.
Perasaanku??? Aku tak tau masihkah semua itu ada
ketika beberapa bulan setelah perpisahanku aku membaca pemberitahuan Facebook
bahwa dia berpacaran dengan rekan kerjanya. Kembali aku harus mengubur
dalam-dalam cinta yang belum sempat kuungkapkan. Meskipun hubungan mereka hanya
bertahan beberapa bulan saja. Dan baru-baru ini aku mendapat kabar bahagia yang
datangnya dari dia. Kak Fajar akhirnya berhasil menggapai cita-citanya. Dia
sudah dilantik menjadi Anggota TNI Angkatan Laut. Dan perasaanku masih
tertinggal di sini. Entah sampai kapan aku harus menyimpan perasaan dan
dilematis ini. Mungkin kenyataannya kelak perasaanku hanya menjadi kenangan
yang pernah ada.
-DeAnhl-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar