MAKALAH TATA CARA SHOLAT
DAN BACAAN MENURUT RASULULLAH
(Oleh : Sandi At-Tabuki)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyaknya
Aliran-Aliran Islam Di belahan dunia, bahkan di Negara kita yang tercinta
inipun banyak sekali Aliran-Aliran Islam. Diantara Aliran-aliran itu ada yang
dianggap sesat dan ada juga yang di anggap benar oleh para peneliti dan
pemikir-pemikir Islam. Namun, semua orang berhak berpendapat dan menjalankan
Ibadahnya masing-masing, tapi jika aliran itu di ikuti tidak sesuai dengan
Al-Qur’an dan Hadist maka telah di anggap sesat dan menyesatkan.
Banyaknya
aliran-aliran Islam di Negara Indonesia membuat banyaknya perbedaan-perbedaan
meskipun itu juga di sandarkan pada Al-Qur’an dan Hadist. Namun, semua
perbedaan itu terlahir dari para pemikir-pemikir Aliran tersebut, membuat satu
aliran dengan aliran yang lain menjadi berbeda. Perbedaannya pun ada yang
relatif kecil dan ada juga relatif begitu besar. Sekarang coba kita perhatikan
saja masalah peribadatan antar Aliran itu sendiri sudah berbeda. Nah, latar belakang
itulah yang membuat penulis ingin menulis Makalah ini. Makalah ini bukan untuk
membandingkan antar aliran, namun sekedar menjadi acuaan dan penilaian kita
masing-masing.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
Latar Belakang diatas, kami dapat merumuskan permasalahan itu, yaitu:
1. Tata Cara Sholat dan Bacaan Sholat Menurut
Rasulullah
BAB
II
PEMBAHASAN
A. TATA CARA SHOLAT WAJIB MENURUT RASULULLAH
1.
Niat
Niat
berarti menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta’ala semata,
serta menguatkannya dalam hati.Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Semua amal
tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan
niatnya.” (HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain. Baca Al Irwa’, hadits no. 22).
Niat
tidak dilafadzkan Dan tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dan tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu
dilafadzkan. Abu Dawud bertanya kepada Imam Ahmad. Dia berkata, “Apakah orang
sholat mengatakan sesuatu sebelum dia takbir?” Imam Ahmad menjawab, “Tidak.”
(Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan Majmuu’ al Fataawaa XXII/28).
AsSuyuthi
berkata, “Yang termasuk perbuatan bid’ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu
berniat sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam maupun para shahabat beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat
sholat sedikitpun selain hanya lafadz takbir.” Asy Syafi’i berkata, “Was-was
dalam niat sholat dan dalam thaharah termasuk kebodohan terhadap syariat atau
membingungkan akal.” (Lihat al Amr bi al Itbaa’ wa al Nahy ‘an al Ibtidaa’).
2.
Berdiri
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan sholat fardhu atau sunnah berdiri
karena memenuhi perintah Allah dalam QS. Al Baqarah : 238. Apabila bepergian,
beliau melakukan sholat sunnah di atas kendaraannya. Beliau mengajarkan kepada
umatnya agar melakukan sholat khauf dengan berjalan kaki atau berkendaraan.
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ
وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ ﴿٢٣٨﴾
“Peliharalah
semua sholat(mu) dan (periharalah) sholat wustha dan berdirilah karena Allah
dengan khusyu’. (QS. Al Baqarah : 238-239).
3.
Menghadap Kiblat/ Ka’bah
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bila berdiri untuk sholat fardhu atau sholat
sunnah, beliau menghadap Ka’bah. Beliau memerintahkan berbuat demikian
sebagaimana sabdanya kepada orang yang sholatnya salah: “Bila engkau berdiri
untuk sholat, sempurnakanlah wudhu’mu, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu
bertakbirlah.” (HR. Bukhari, Muslim dan Siraj).
Tentang hal ini
telah turun pula firman Allah dalam Surah Al Baqarah : 115:
وَلِلَّهِ
الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا
تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ
اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ﴿١١٥﴾
Artinya :”Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka
ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah : 115)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah sholat menghadap Baitul
Maqdis, hal ini terjadi sebelum turunnya firman Allah (QS.Al-Baqarah [2]:144)
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي
السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً
تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا
كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
﴿١٤٤﴾
|
(144) Sungguh Kami (sering)
melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu
ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di
mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil)
memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.(QS.Al-Baqarah
: 144)
|
Setelah ayat ini turun beliau sholat
menghadap Ka’bah. Pada waktu sholat subuh kaum muslim yang tinggal di Quba’
kedatangan seorang utusan Rasulullah untuk menyampaikan berita,
ujarnya,“Sesungguhnya semalam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah
mendapat wahyu, beliau disuruh menghadap Ka’bah. Oleh karena itu, (hendaklah)
kalian menghadap ke sana.” Pada saat itu mereka tengah menghadap ke Syam
(Baitul Maqdis). Mereka lalu berputar (imam mereka memutar haluan sehingga ia
mengimami mereka menghadap kiblat). (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Siraj,
Thabrani, dan Ibnu Sa’ad. Baca Kitab Al Irwa’, hadits No. 290).
4.
Takbiratul Ihram
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memulai sholatnya (dilakukan hanya sekali
ketika hendak memulai suatu sholat) dengan takbiratul ihrom yakni mengucapkanاَكْبَر اَلله “ALLAHUAKBAR“(Allah Maha Besar)di awal sholat dan beliau pun pernah memerintahkan seperti itu
kepada orang yang sholatnya salah. Beliau bersabda kepada orang itu: “Sesungguhnya
sholat seseorang tidak sempurna sebelum dia berwudhu’ dan melakukan wudhu’
sesuai ketentuannya, kemudian ia mengucapkan Allahu Akbar.” (Hadits
diriwayatkan oleh Al Imam Thabrani dengan sanad shahih).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apabila engkau
hendak mengerjakan sholat, maka sempurnakanlah wudhu’mu terlebih dahulu
kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul
ihrom.”(Muttafaqun ‘alaihi).
Takbirotul
ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati).
Muhammad
Ibnu Rusyd berkata, “Adapun seseorang yang membaca dalam hati, tanpa
menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca. Karena yang
disebut dengan membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut.”
An-Nawawi
berkata, “…adapun selain imam, maka disunnahkan baginya untuk tidak mengeraskan
suara ketika membaca lafadz tabir, baik apakah dia sedang menjadi makmum atau
ketika sholat sendiri. Tidak mengeraskan suara ini jika dia tidak menjumpai
rintangan, seperti suara yang sangat gaduh. Batas minimal suara yang pelan
adalah bisa didengar oleh dirinya sendiri jika pendengarannya normal. Ini
berlaku secara umum baik ketika membaca ayat-ayat al Qur-an, takbir, membaca
tasbih ketika ruku’, tasyahud, salam dan doa-doa dalam sholat baik yang
hukumnya wajib maupun sunnah…” beliau melanjutkan, “Demikianlah nash yang
dikemukakan Syafi’i dan disepakati oleh para pengikutnya.
Asy
Syafi’i berkata dalam al Umm, ‘Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan
orang yang berada disampingnya. Tidak patut dia menambah volume suara lebih
dari ukuran itu.’.” (al Majmuu’ III/295).
5.
Mengangkat Kedua Tangan
Disunnahkan
mengangkat kedua tangannya setentang bahu ketika bertakbir dengan merapatkan
jari-jemari tangannya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin
Umar radiyallahu anhuma, ia berkata:
“Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang bahu
jika hendak memulai sholat, setiap kali bertakbir untuk ruku’ dan setiap kali
bangkit dari ruku’nya.”(Muttafaqun ‘alaihi).
Atau
mengangkat kedua tangannya setentang telinga, berdasarkan hadits riwayat Malik
bin Al-Huwairits radhiyyallahu anhu, ia berkata:“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang telinga setiap kali
bertakbir (didalam sholat).” (HR. Muslim).
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Tamam dan Hakim
disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua
tangannya dengan membuka jari-jarinya lurus ke atas (tidak merenggangkannya dan
tidak pula menggengamnya). (Shifat Sholat Nabi).
6.
Bersedekap
Kemudian
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangan kanan di atas tangan
kirinya (bersedekap). Beliau bersabda: “Kami, para nabi diperintahkan untuk
segera berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan pada tangan
kiri (bersedekap) ketika melakukan sholat.”(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam
Ibnu Hibban dan Adh Dhiya’ dengan sanad shahih).
Dalam sebuah
riwayat pernah beliau melewati seorang yang sedang sholat, tetapi orang ini
meletakkan tangan kirinya pada tangan kanannya, lalu beliau melepaskannya,
kemudian orang itu meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya. (Hadits
riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang shahih).
Meletakkan atau menggenggam
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan lengan kanan pada
punggung telapak kirinya, pergelangan dan lengan kirinya
berdasar hadits dari Wail bin Hujur: “Lalu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bertakbir kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak
tangan kiri, pergelangan tangan kiri atau lengan kirinya.” (Hadits diriwayatkan
oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang shahih dan
dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no. 485).
Beliau terkadang juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan
tangan kanannya, berdasarkan hadits Nasa’i dan Daraquthni: “Tetapi beliau
terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya.” (sanad
shahih).
Ø Bersedekap di dada
Menyedekapkan tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut
sunnah berdasarkan hadits: “Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya.”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail
bin Hujur).
Cara-cara yang sesuai sunnah ini
dilakukan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih. Imam Mawarzi dalam Kitab Masa’il,
halaman 222 berkata: “Imam Ishaq meriwayatkan hadits secara mutawatir kepada
kami…. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a qunut dan melakukan
qunut sebeluim ruku’. Beliau menyedekapkan tangannya berdekatan dengan
teteknya.” Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh Qadhi ‘Iyadh al
Maliki dalam bab Mustahabatu ash Sholat pada Kitab Al I’lam, beliau berkata:
“Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri di dada.”
7.
Memandang Tempat Sujud
Pada
saat mengerjakan sholat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menundukkan
kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada
hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud
(di dalam sholat).” (HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Larangan
menengadah ke langit:
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika
sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan
pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau
hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka.”(HR. Muslim, Nasa’i
dan Ahmad).
Rasulullah juga
melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat, beliau
bersabda: “Jika kalian sholat, janganlah menoleh ke kanan atau ke kiri karena
Allah akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba yang sedang sholat
selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri.”(HR. Tirmidzi dan Hakim).
Dalam Zaadul
Ma’aad ( I/248 ) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang yang sedang sholat
menolehkan kepalanya tanpa ada keperluan. Ibnu Abdil Bar berkata, “Jumhur ulama
mengatakan bawa menoleh yang ringan tidak menyebabkan shalat menjadi rusak.”
Juga
dimakruhkan shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak konsentrasi atau di
tempat yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah yang ada lukisan atau ukiran,
dihadapan dinding yang bergambar dan sebagainya.
8.
Membaca Do’a Iftitah
Doa itiftah yang
dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermacam-macam. Dalam doa iftiftah
tersebut beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan pujian, sanjungan dan
kalimat keagungan untuk Allah. Rasulullah pernah memerintahkan hal ini kepada
orang yang salah melakukan sholatnya dengan sabdanya:
“Tidak sempurna sholat seseorang
sebelum ia bertakbir, mengucapkan pujian, mengucapkan kalimat keagungan (doa
istiftah), dan membaca ayat-ayat al Qur-an yang dihafalnya…”(HR. Abu Dawud dan
Hakim, disahkan oleh Hakim, disetujui oleh Dzahabi).
Adapun bacaan doa istiftah yang
diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diantaranya adalah:
“ALLAHUUMMA BA’ID BAINII WA BAINA
KHATHAAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII
MIN KHATHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS.
ALLAAHUMMAGHSILNII MIN KHATHAAYAAYA BIL MAA’I WATS TSALJI WAL BARADI”
Atau kadang-kadang Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat fardhu:
“WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATARAS
SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN [MUSLIMAN] WA MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN. INNA
SHOLATII WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI RABBIL ‘ALAMIIN. LAA
SYARIIKALAHU WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL MUSLIMIIN. ALLAHUMMA ANTAL
MALIKU, LAA ILAAHA ILLA ANTA [SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII WA ANA
‘ABDUKA, DHALAMTU NAFSII,
WA’TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII
DZAMBI JAMII’AN, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL
AKHLAAQI LAA YAHDII LI AHSANIHAA ILLA ANTA, WASHRIF ‘ANNII SAYYI-AHAA LAA
YASHRIFU ‘ANNII SAYYI-AHAA ILLA ANTA LABBAIKA WA SA’DAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU
FII YADAIKA WASY SYARRULAISA ILAIKA. [WAL MAHDIYYU MAN HADAITA]. ANA BIKA WA
ILAIKA [LAA MANJAA WALAA MALJA-A MINKA ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA TA’AALAITA
ASTAGHFIRUKA WAATUUBU ILAIKA”
9.
Membaca Ta’awudz
Membaca doa ta’awwudz
adalah disunnahkan dalam setiap raka’at, sebagaimana firman Allah ta’ala: “Apabila
kamu membaca al Qur-an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari
syaitan yang terkutuk.” (An Nahl : 98).
Dan pendapat ini
adalah yang paling shahih dalam madzhab Syafi’i dan diperkuat oleh Ibnu Hazm
(Lihat al Majmuu’ III/323 dan Tamaam al Minnah 172-177).
Nabi biasa membaca ta’awwudz yang
berbunyi:
“A’UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR
RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI”
Atau
“A’UUZUBILLAHIS
SAMII’IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM…”
10.
Membaca Al-Fatihah
Surah Al-Fatihah ;
Ø
Membaca “Basmallah” dengan tidak bersuara di dalam sholat yang
dikeraskan bacaan ayat Al-Qur’annya menurut riwayat (HR. Al-Bukhari, Muslim,
Abu ‘Awanah, At-Thahawi dan Ahmad).
Ø Hukum Membaca Al-Fatihah
Membaca
Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun sholat, jadi kalau
dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah sholatnya berdasarkan
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya): “Tidak dianggap sholat
(tidak sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah” (Hadits Shahih
dikeluarkan oleh Al-Jama’ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
“Barangsiapa
yang sholat tanpa membaca Al-Fatihah maka sholatnya buntung, sholatnya buntung,
sholatnya buntung…tidak sempurna” (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam
Muslim dan Abu ‘Awwanah).
Ø Kapan Kita Wajib Membaca Surat
Al-Fatihah
Jelas bagi kita
kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib untuk membaca Al-Fatihah,
begitu pun pada sholat jama’ah ketika imam membacanya secara sirr (tidak
diperdengarkan) yakni pada sholat Dhuhur, ‘Ashr, satu roka’at terakhir sholat
Mahgrib dan dua roka’at terakhir sholat ‘Isyak, maka para makmum wajib membaca
surat Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak
dikeraskan).
Ø Lantas bagaimana kalau imam membaca
secara keras…?
Tentang ini
Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah melarang makmum membaca
surat dibelakang imam kecuali surat Al-Fatihah: “Betulkah kalian tadi membaca
(surat) dibelakang imam kalian?” Kami menjawab: “Ya, tapi dengan cepat wahai
Rasulallah.” Berkata Rasul: “Kalian tidak boleh melakukannya..
Ø Membaca Amin
Bacaannya Adalah :
آمين
·
Hukum
Bagi Imam:
Membaca amin
disunnahkan bagi imam sholat.
Dari Abu
hurairah, dia berkata: “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika
selesai membaca surat Ummul Kitab (Al-Fatihah) mengeraskan suaranya dan membaca
amin.” (Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni
dan Ibnu Majah, oleh Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Shahihah dikatakan sebagai
hadits yang berkualitas shahih).
Bila
Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau mengucapkan amiin dengan
suara keras dan panjang.” (Hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari
dan Abu Dawud)
Hadits
tersebut mensyari’atkan para imam untuk mengeraskan bacaan amin, demikian yang
menjadi pendapat Al-Imam Al-Bukhari, As-Syafi’i, Ahmad, Ishaq dan para imam
fikih lainnya. Dalam shahihnya Al-Bukhari membuat suatu bab dengan judul ‘baab
jahr al-imaan bi al-ta-miin’ (artinya: bab tentang imam mengeraskan suara
ketika membaca amin). Didalamnya dinukil perkataan (atsar) bahwa Ibnu Al-Zubair
membaca amin bersama para makmum sampai seakan-akan ada gaung dalam masjidnya.
Juga
perkataan Nafi’ (maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca aamiin dengan
suara yang keras. Bahkan dia menganjurkan hal itu kepada semua orang. Aku
pernah mendengar sebuah kabar tentang anjuran dia akan hal itu.”
·
Hukum Bagi Makmum:
Dalam hal ini
ada beberapa petunjuk dari Nabi (Hadits), atsar para shahabat dan perkataan
para ulama.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Jika imam membaca amiin maka hendaklah
kalian juga membaca amiin.”
Hal ini
mengisyaratkan bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi makmum. Pendapat ini
dipertegas oleh Asy-Syaukani. Namun hukum wajib itu tidak mutlak harus
dilakukan oleh makmum. Mereka baru diwajibkan membaca amiin ketika imam juga
membacanya. Adapun bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka hukumnya hanya
sunnah. (lihat Nailul Authaar, II/262).
“Bila imam
selesai membaca ghoiril maghdhuubi ‘alaihim waladhdhooolliin, ucapkanlah amiin
[karena malaikat juga mengucapkan amiin dan imam pun mengucapkan amiin]. Dalam
riwayat lain: “(apabila imam mengucapkan amiin, hendaklah kalian mengucapkan
amiin) barangsiapa ucapan aminnya bersamaan dengan malaikat, (dalam riwayat
lain disebutkan: “bila seseorang diantara kamu mengucapkan amin dalam sholat
bersamaan dengan malaikat dilangit mengucapkannya), dosa-dosanya masa lalu
diampuni.” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa-i dan
Ad-Darimi)
Syaikh
Al-Albani mengomentari masalah ini sebagai berikut:
“Aku berkata:
Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan dengan
cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan dalam mengerjakan masalah ini
adalah dengan membarengi bacaan amin sang imam, dan tidak mendahuluinya.
(Tamaamul Minnah hal. 178).
11.
Bacaan Surat Setelah Rasulullah
Membaca
surat Al Qur-an setelah membaca Al Fatihah dalan sholat hukumnya sunnah karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan tidak membacanya. Membaca
surat Al-Qur-an ini dilakukan pada dua roka’at pertama. Banyak hadits yang
menceritakan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang itu.
Ø Panjang pendeknya surat yang dibaca
Pada sholat
munfarid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat-surat yang
panjang kecuali dalam kondisi sakit atau sibuk, sedangkan kalau sebagai imam
disesuaikan dengan kondisi makmumnya (misalnya ada bayi yang menangis maka
bacaan diperpendek).Rasulullah berkata:
“Aku melakukan
sholat dan aku ingin memperpanjang bacaannya akan tetapi, tiba-tiba aku
mendengar suara tangis bayi sehingga aku memperpendek sholatku karena aku tahu
betapa gelisah ibunya karena tangis bayi itu.” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam
Al-Bukhari dan Muslim)
Ø Cara membaca surat
Dalam satu sholat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua
roka’at, kadang pula surat yang sama dibaca pada roka’at pertama dan kedua.
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Ya’la, juga hadits
shahih yang dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud dan Al-Baihaqi atau riwayat dari
Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, disahkan oleh Al-Hakim disetujui oleh
Ad-Dzahabi).
Terkadang beliau membolehkan membaca dua surat atau lebih dalam
satu roka’at.(Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan
At-Tirmidzi, dinyatakan oleh At-Tirmidzi sebagai hadits shahih).
Ø Tata cara bacaan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya membaca surat dengan
jumlah ayat yang berimbang antara roka’at pertama dengan roka’at kedua.
(berdasar hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam sholat yang bacaannya di-jahr-kan Nabi membaca dengan keras
dan jelas. Tetapi pada sholat dzuhur dan ashar juga pada sholat maghrib pada
roka’at ketiga ataupun dua roka’at terakhir sholat isya’ Nabi membacanya dengan
lirih yang hanya bisa diketahui kalau Nabi sedang membaca dari gerakan
jenggotnya, tetapi terkadang beliau memperdengarkan bacaannya kepada mereka
tapi tidak sekeras seperti ketika di-jahr-kan. (Berdasarkan hadits yang
dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering membaca suatu surat
dari awal sampai selesai selesai.
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Untuk setiap satu surat (dibaca) dalam satu roka’at.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Nashr dan At-Thohawi).
Dijelaskan oleh Syaikh Al-Albani: “Seyogyanya kalian membaca satu
surat utuh dalam setiap satu roka’at sehingga roka’at tersebut memperoleh
haknya dengan sempurna.” Perintah dalam hadits tersebut bersifat sunnah bukan
wajib.
Dalam membaca surat Al-Qur-an Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melakukannya dengan tartil, tidak lambat juga tidak cepat -sebagaimana
diperintahkan oleh Allah- dan beliau membaca satu per satu kalimat, sehingga
satu surat memerlukan waktu yang lebih panjang dibanding kalau dibaca biasa
(tanpa dilagukan). Rasulullah berkata bahwa orang yang membaca Al-Qur-an kelak
akan diseru:
“Bacalah, telitilah dan tartilkan sebagaimana kamu dulu
mentartilkan di dunia, karena kedudukanmu berada di akhir ayat yang engkau
baca.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan
oleh At-Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Qur-an
dengan suara yang bagus, maka beliau juga memerintahkan yang demikian itu:
“Perindahlah/hiasilah Al-Qur-an dengan suara kalian [karena suara
yang bagus menambah keindahan Al-Qur-an].” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam
Al-Bukhari , Abu Dawud, Ad-Darimi, Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)
Contoh Surah
Al-Qur’an yang di bacam misalnya Surah Al-Falaq
:
Atau
Surah Al-Ikhlas
Atau
Surah An-Nas
Dan surah – surah Al-Qur’an yang lain.
12.
Ruku’
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah selesai membaca surat dari Al-Qur-an
kemudian berhenti sejenak, terus mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir
seperti ketika takbiratul ihrom (setentang bahu atau daun telinga) kemudian
rukuk (merundukkan badan kedepan dipatahkan pada pinggang, dengan punggung dan
kepala lurus sejajar lantai). Berdasarkan beberapa hadits, salah satunya
adalah:
Dari
Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentang
kedua bahunya, hal itu dilakukan ketika bertakbir hendak rukuk dan ketika
mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku’ ….”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Al-Bukhari, Muslim dan Malik)
Ø Cara Ruku’
Bila Rasulullah
ruku’ maka beliau meletakkan telapak tangannya pada lututnya, demikian beliau
juga memerintahkan kepada para shahabatnya.
“Bahwasanya
shallallahu ‘alaihi wa sallam (ketika ruku’) meletakkan kedua tangannya pada
kedua lututnya.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud).
ü Menekankan tangannya pada lututnya.
“Jika kamu
ruku’ maka letakkan kedua tanganmu pada kedua lututmu dan bentangkanlah
(luruskan) punggungmu serta tekankan tangan untuk ruku’.”(Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud).
ü Merenggangkan jari-jemarinya.
“Beliau merenggangkan
jari-jarinya.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Hakim dan dia
menshahihkannya, Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi menyetujuinya).
ü Merenggangkan kedua sikunya dari
lambungnya.
“Beliau bila
ruku’, meluruskan dan membentangkan punggungnya sehingga bila air dituangkan di
atas punggung beliau, air tersebut tidak akan bergerak.”(Hadits di keluarkan
oleh Al Imam Thabrani, ‘Abdullah bin Ahmad dan ibnu Majah).
ü Antara kepala dan punggung lurus,
kepala tidak mendongak tidak pula menunduk tetapi tengah-tengah antara kedua
keadaan tersebut.
“Beliau tidak
mendongakkan kepalanya dan tidak pula menundukkannya.”(Hadits ini diriwayatkan
oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari).
“Sholat
seseorang sempurna sebelum dia melakukan ruku’ dan sujud dengan meluruskan
punggungnya.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu ‘Awwanah, Abu Dawud dan Sahmi
dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)
ü Thuma-ninah/Bersikap Tenang
Beliau pernah
melihat orang yang ruku’ dengan tidak sempurna dan sujud seperti burung
mematuk, lalu berkata: “Kalau orang ini mati dalam keadaan seperti itu, ia mati
diluar agama Muhammad [sholatnya seperti gagak mematuk makanan] sebagaimana
orang ruku’ tidak sempurna dan sujudnya cepat seperti burung lapar yang memakan
satu, dua biji kurma yang tidak mengenyangkan.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Abu Ya’la, Al-Ajiri, Al-Baihaqi, Adh-Dhiya’ dan Ibnu Asakir dengan sanad
shahih, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
ü Memperlama Ruku’
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ruku’, berdiri setelah ruku’ dan
sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya.”(Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).
Ø Yang Dibaca Ketika Ruku’
Do’a
yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada beberapa macam,
semuanya pernah dibaca oleh beliau jadi kadang membaca ini kadang yang lain,
yaitu :
SUBHAANA
RABBIYAL ‘ADHZIM 3 kali atau lebih (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al
Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).
Yang
artinya: “Maha Suci Rabbku, lagi Maha Agung.”
Atau
SUBBUUHUN
QUDDUUSUN RABBUL MALA-IKATI WAR RUUH (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al
Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
Yang
artinya:“Maha Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan ruh.”
Atau
SUBHAANAKALLAHUMMA
WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGHFIRLII
Yang
artinya: “Maha Suci Engkau ya, Allah, dan dengan memuji-Mu Ya, Allah ampunilah
aku.”
Berdasarkan
hadits dari ‘A-isyah, bahwasanya dia berkata:
“Adalah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak membaca Subhanakallahumma Wa
Bihamdika Allahummaghfirlii dalam ruku’nya dan sujudnya, beliau mentakwilkan
Al-Qur-an.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).
Do’a
ini yang paling sering dibaca. Dikatakan bahwa ada riwayat dari ‘A-isyah yang
menunjukkan bahwa Rasulullah sejak turunnya surat An-Nashr -yang artinya:
“Hendaklah engkau mengucapkan tasbih dengan memuji Rabbmu dan memohon ampun
kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat.” (TQS. An-Nashr 110:3)-,
waktu ruku’ dan sujud beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu membaca do’a
ini hingga wafatnya.
13.
‘Itidal
Cara
i’tidal dari ruku’
Setelah ruku’ dengan sempurna dan selesai membaca
do’a, maka kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal). Waktu bangkit tersebut
membaca (SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH) disertai dengan mengangkat kedua tangan
sebagaimana waktu takbiratul ihrom. Hal ini berdasarkan keterangan beberapa
hadits, diantaranya:
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat
mengangkat kedua tangannya sampai setentag kedua pundaknya, hal itu dilakukan
ketika bertakbir mau rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit ) dari
ruku’ sambil mengucapkan SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH…” (Hadits dikeluarkan oleh
Al-Bukhari, Muslim dan Malik).
Kemudian ketika sudah tegak dan
selesai bacaan tersebut disahut dengan bacaan:
RABBANAA LAKAL HAMD (Rabbku, segala puji kepada-Mu)
Atau
RABBANAA WA LAKAL HAMD (Rabbku dan segala
puji kepada-Mu)
Atau
ALLAAHUMMA RABBANAA LAKAL HAMD(Ya, Allah,Rabbku,segala
puji kepada-Mu)
Atau
ALLAAHUMMA
RABBANAA WA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku dan segala puji kepada-Mu)
Dalilnya
adalah hadits dari Abu Hurairah:
“Apabila
imam mengucapkan SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, maka ucapkanlah oleh kalian
ALLAHUMMA RABBANA WA LAKALHAMD, barangsiapa yang ucapannya tadi bertepatan
dengan ucapan para malaikat diampunkan dosa-dosanya yang telah lewat.”(Hadits
dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Ztirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu
Majah dan Malik)Kadang ditambah dengan bacaan:
MIL-ASSAMAAWAATI,
WA MIL-ALARDHL, WA MIL-A MAA SYI-TA MIN SYAI-IN BA’D (Mencakup seluruh langit
dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki selain dari itu) berdasar
hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah.
14. Sujud
Caranya
: Dengan tanpa atau kadang-kadang dengan mengangkat kedua tangan (setentang
pundak atau daun telinga) seraya bertakbir, badan turun condong kedepan menuju
ke tempat sujud, dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu, baru kemudian
meletakkan kedua tangan. (abu zalfa: Dalam hal ini ada perbedaan pendapat)
Pada
tempat kepala diletakkan dan kemudian meletakkan kepala kepala dengan menyentuhkan/menekankan
hidung dan jidat/kening/dahi ke lantai (tangan sejajar dengan pundak atau daun
telinga).
Dari
Wail bin Hujr, berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika hendak sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan
apabila bangkit mengangkat dua tangan sebelum kedua lututnya.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Tirmidzi An-Nasa’i, Ibnu Majah dan
Ad-Daarimy)
“Terkadang
beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud.”(Hadits dikeluarkan oleh
Al Imam An-Nasa’i dan Daraquthni)
“Terkadang
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya [dan membentangkan]
serta merapatkan jari-jarinya dan menghadapkannya ke arah kiblat.”Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi)
“Beliau
meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Tirmidzi)
“Terkadang
beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun telinganya.”(Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam An-Nasa’i)
Ø Cara Sujud
ü Bersujud pada 7 anggota badan,
yakni
jidat/kening/dahi dan hidung (1), dua telapak tangan (3), dua lutut (5) dan dua
ujung kaki (7). Hal ini berdasar hadits: Dari Ibnu ‘Abbas berkata: Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Aku diperintah untuk bersujud (dalam
riwayat lain; Kami diperintah untuk bersujud) dengan tujuh (7) anggota badan;
yakni kening sekaligus hidung, dua tangan (dalam lafadhz lain; dua telapak
tangan), dua lutut, jari-jari kedua kaki dan kami tidak boleh menyibak lengan
baju dan rambut kepala.”(Hadits dikeluarkan oleh Al-Jama’ah)
ü Dilakukan dengan menekan
“Apabila kamu
sujud, sujudlah dengan menekan.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad)
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menekankan kedua lututnya dan bagian depan
telapak kaki ke tanah.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi)
ü Kedua lengan/siku tidak ditempelkan
pada lantai, tapi diangkat dan dijauhkan dari sisi rusuk/lambung.
Dari Abu Humaid
As-Sa’diy, bahwasanya Nabi shalallau ‘alaihi wasallam bila sujud maka
menekankan hidung dan dahinya di tanah serta menjauhkan kedua tangannya dari
dua sisi perutnya, tangannya ditaruh sebanding dua bahu beliau.”(Diriwayatkan
oleh Al Imam At-Tirmidzi)
Dari Anas bin
Malik, dari Nabi shalallau ‘alaihi wasallam bersabda: “Luruskanlah kalian dalam
sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya seperti anjing
menghamparkan kakinya.” (Diriwayatkan oleh Al-Jama’ah kecuali Al Imam
An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari) “Beliau mengangkat kedua
lengannya dari lantai dan menjauhkannya dari lambungnya sehingga warna putih
ketiaknya terlihat dari belakang” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari
dan Muslim)
ü Menjauhkan perut/lambung dari kedua
paha
Dari Abi Humaid
tentang sifat sholat Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Apabila
dia sujud, beliau merenggangkan antara dua pahanya (dengan) tidak menopang
perutnya.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud).
ü Merapatkan jari-jemari
Dari Wa-il,
bahwasanya Nabi shalallau ‘alaihi wasallam jika sujud maka merapatkan
jari-jemarinya.(Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)
ü Menegakkan telapak kaki dan saling
merapatkan/menempelkan antara dua tumit
Berkata
‘A-isyah isteri Nabi shalallau ‘alaihi wasallam: “Aku kehilangan Rasulullah
shalallau ‘alaihi wasallam padahal beliau tadi tidur bersamaku, kemudian aku
dapati beliau tengah sujud dengan merapatkan kedua tumitnya (dan) menghadapkan
ujung-ujung jarinya ke kiblat, aku dengar…”(Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim
dan Ibnu Huzaimah)
ü Thuma-ninah dan sujud dengan lama
Sebagaimana
rukun sholat yang lain mesti dikerjakan dengan thuma-ninah. Juga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau bersujud baiasanya lama.
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ruku’, berdiri setelah ruku’ dan sujudnya
juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya.”(Hadits dikeluarkan oleh Al
Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Ø Bacaan Sujud
Rasulullah membaca
Sujud
dilakukan setelah i’tidal thuma-ninah dan jawab tasmi’ (Rabbana Lakal Hamd…dst).
Rasulullah membaca
:
SUBHAANA
RABBIYAL A’LAA 3 kali (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dll)
Atau
“SUBHAANAKALLAAHUMMA-RABBANAA-WA-BIHAMDIKA-ALLAAHUMMAGHFIRLII
“ (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).
Atau
SUBBUUHUN
QUDDUUSUN RABBUL MALA-IKATI WAR RUUH (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al
Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
Yang
artinya:“Maha Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan ruh.”
15.
Bacaan Duduk Antara Dua Sujud
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Mengangkat kepalanya dari sujud sambil
mengucapkan takbir kemudian duduk. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
A.
Sifat duduk antara dua sujurd
1.
Mengangkat kepala dari sujud sampai lurus dengan
punggung dalam keadaan duduk sambil mengucapkan takbir.(HR. Abu Daud dan
Al-Hakim serta di shahihkannya dan di sepakati oleh Adz-Dzahabi)
2.
Membentangkan kaki kiri dan duduk di atasnya (di
atas betis kaki kiri) dengan tenang.(HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu ‘Awanah dan
Abu Daud) inilah yang di sebut duduk IFTIRASY.
3.
Mendirikan kaki kanan ketika duduk diantara dua
sujud.(HR. Al-Bukhari dan Al-Baihaqi).
4. Rasulullah Saw.
terkadang duduk iq’aa yaitu duduk dengan menegakkan kedua telapak dan
tumit.(HR.Muslim, Abu ‘Awanah, Abu Syaikh)
5. Menghadapkan
jari-jemari kaki kearah kiblat.(HR.An-Nasa’I dengan sanad yang shahih).
6. Mengerjakannya
dengan Thuma’ninah.(HR.Abu Daud dan Al-Baihaqi dengan Sanad yang shahih).
Duduk ini dilakukan antara sujud yang pertama dan
sujud yang kedua, pada roka’at pertama sampai terakhir. Hal ini berdasar
hadits:
Dari ‘A-isyah berkata: “Dan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menghamparkan kaki beliau yang kiri dan menegakkan kaki yang kanan,
baliau melarang dari duduknya syaithan.”(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim)
*Komentar
Syaikh Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan kemudian
duduk dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan menekan dilantai.
Bacaannya
sebagai berikut :
RABBIGHFIRLII,
RABBIGHFIRLII
Dari
Hudzaifah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan dalam
sujudnya (dengan do’a): Rabighfirlii, Rabbighfirlii.
(Hadits
dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan lafadhz Ibnu Majah)
Atau
ALLAAHUMMAGHFIRLII
WARHAMNII WA ‘AAFINII WAHDINII WARZUQNII
(Abu
Dawud)
16.
Bacaan Tasyahud Awal dan Tasyahud Akhir
Tasyahhud awwal dan duduknya merupakan kewajiban dalam
sholat. Tempat dilakukannya Duduk tasyahhud awwal terdapat hanya pada sholat
yang jumlah roka’atnya lebih dari dua (2), pada sholat wajib dilakukan pada
roka’at yang ke-2. Sedang duduk tasyahhud akhir dilakukan pada roka’at yang
terakhir. Masing-masing dilakukan setelah sujud yang kedua.
Ø Cara duduk tasyahhud awwal dan tasyahhud
akhir
Waktu
tasyahhud awwal duduknya iftirasy (duduk diatas telapak kaki kiri) sedang pada
tasyahhud akhir duduknya tawaruk (duduk dengan kaki kiri dihamparkan kesamping
kanan dan duduk diatas lantai), pada masing-masing posisi kaki kanan
ditegakkan.
Do’a tahiyyat ini
ada beberapa versi, untuk hendaklah dipilih yang kuat dan lafadhznya belum
ditambah-tambah. Salah satu contoh riwayat yang baik adalah sebagai berikut
yang artinya: “Berkata Abdullah : “Kami apabila shalat di belakang nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam keselamatan atas jibril dan mikail keselamatan
atas si fulan dan si fulan maka rasulullah berpaling kepada kami. Lalu beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : sesungguhnya Allah itu As-salam maka
apabila shalat hendaklah kalian itu mengucapkan:
اَللّٰهُمّ
أَعِنِّيْ عَلَي ذِكْرِ كَ وَشُكْرِ كَ وَ حُسْنِيْ عِبَادَتِكْ
“AT-TAHIYYAATU
LILLAHI WAS SHOLAWATU WAT THAYYIBAAT,AS-SALAMU’ALAIKA AYYUHAN NABIY WA
RAHMATULLAHI WA BARAKATUHU, AS-SALAAMU ‘ALAINA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAHIS SHALIHIN.
ASYHADU ALLAA ILAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASULUH.
ALLAHUMMA A’INNII ‘ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBADATIKA).
artinya:
segala kehormaatan, shalawat dan kebaikan kepunyaan Allah, semoga keselamatan
terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Kiranya
keselamatan tetap atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih; -karena
sesungguhnya apabila kalian mengucapkan sudah mengenai semua hamba Allah yang
shalih di langit dan di bumi- Aku bersaksi bersaksi bahwa tidak ada ilah yang
haq selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammmad itu hamba daan
utusan-Nya. Ya Allah, tolonglah aku untuk (selalu) ingat kepada-Mu, bersyukur
kepada-Mu dan bagusnya ibadah kepada-Mu. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al
Bukhari).
Dari
Ka’ab bin Ujrah berkata : “Maukah aku hadiahkan kepadamu sesuatu ? Sesungguhnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada kami, maka kami berkata : ‘Ya
Rasulullah kami sudah tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepadamu, lantas
bagaimana kami harus bershalawat kepadamu? Beliau berkata : ucapkanlah:
“ALLAAHUMMA
SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI
IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA
AALI MUHAMMAD KAMAA BARAKTA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID.”
artinya:
“Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad
sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji dan Maha Agung.”
Tambahan
(Boleh di baca/ Tidak) :
Ø Pada Tasyahud Akhir Berdo’a berlindung
dari empat (4) hal. Hal ini dilakukan pada duduk tasyahhud akhir saja. Dari Abu
Hurairah berkata; berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila
kamu telah selesai bertasyahhud maka hendaklah berlindung kepada Allah dari
empat (4) hal, dia berkata:
“ALLAAHUMMA
INNII A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAMA WA MIN ‘ADZAABIL QABRI WA MIN FITNATIL
MAHYAA WAL MAMAAT WA MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAAL.”
artinya:
“Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, siksa kubur, fitnahnya
hidup dan mati serta fitnahnya Al-Masiihid Dajjaal.” (Hadits dikeluarkan oleh
Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim).
17.
Salam
Salam sebagai tanda berakhirnya gerakan sholat,
dilakukan dalam posisi duduk tasyahhud akhir setelah membaca do’a minta
perlindungan dari 4 fitnah atau tambahan do’a lainnya. Sesuai dengan Hadist
Rasulullah yang Artinya : “Kunci sholat adalah bersuci, pembukanya takbir dan
penutupnya (yaitu sholat) adalah mengucapkan salam.” (Hadits dikeluarkan dan
disahkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Adz-Dzahabi)
Ø Bacaannya Adalah :
Kadang-kadang
Nabi Muhammad membaca:
“
As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh— As Salamu’alaikum Wa
Rahmatullahi Wa Barakatuh.
Atau
As
Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh— As Salamu’alaikum WaRahmatullahi (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)
Atau
As
Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi— As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi.
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar