TUGAS KELOMPOK
MAKALAH
MATA KULIAH HUKUM ADAT
TEMA : KARAKTERISTIK HUKUM ADAT
JUDUL
BAAYUN
MULUD
UPACARA
ADAT SUKU BANJAR, KALIMANTAN SELATAN
Disusun Oleh :
- SEPTRINA (14.41.015797)
- RUBIANSYAH (14.41.015958)
- HENDRA SAPUTRA (14.41.015407)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKA RAYA
FAKULTAS AGAMA ISLAM
AHWAL ASY SYAKHSYIYAH
Tahun 2015
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim…
Assalaamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Mata
Kuliah Hukum Adat dengan Tema Karakteristik Hukum Adat yang Berjudul Baayun Mulud Upacara Adat Suku Banjar, Kalimantan Selatan.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Pak Achmadi,
SH, MH selaku Dosen Mata Kuliah Hukum Adat atas dedikasinya kepada kami.
Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan
saran dan kritik dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada
kami dan pembaca unutuk kabahagiaan
di dunia dan akhirat.
Dan mudah-mudahan makalah
ini dapat memenuhi keperluan pembaca dan semoga berguna sesuai tujuan untuk kepentingan
Agama, Bangsa, dan Umat Islam pada umumnya. Dan sekali lagi kami berharap supaya
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya dan amal ibadah bagi penulisnya. Aamiin.
Palangka Raya, 16 Oktober 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR…………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………... ii
BAB I : PENDAHULUAN …………………………........................... 1
A.
Latar belakang
……….…………………………………................... 1
B.
Rumus masalah……………………………………………………… 1
C.
Metode Penulisan………………………………………………….....
1
BAB II : PEMBAHASAN
………………………………………………. 2
A.
Asal Usul Baayun
Mulud……………………………………………. 2
B.
Waktu
dan Tempat Pelaksanaan ……………………………………..
3
C.
Peralatan
dan Bahan …………………………………………………. 4
1. Ayunan
(Baayun)
………………………………………………… 4
2. Hiasan Ayunan …………………………………………………... 5
3. Piduduk ………………………………………………………….. 5
4. Sesaji …………………………………………………………….. 5
5. Prosesi Upacara ………………………………………………….. 5
6. Pantangan dan Larangan …………………………………………. 7
7. Nilai-nilai ………………………………………………………… 7
BAB III : PENUTUP …………………………………………………… 8
1.
Simpulan………………………………………………… 8
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Masyarakat Suku
Banjar yang mendiami daerah Kalimantan Selatan dikenal sebagai kelompok suku
bangsa yang berkehidupan religius. Meskipun demikian, urang Banjar juga masih
memegang teguh tradisi dan adat-istiadat yang telah diwariskan oleh nenek
moyang, terutama terlihat pada masyarakat yang hidup di pedalaman. Penerapan
adat-istiadat tersebut, misalnya, terlihat pada tahapan siklus kehidupan urang
Banjar (dan juga Dayak) yang dahulu menganut ajaran kepercayaan Kaharingan dengan
pola hidup yang berdasarkan keyakinan kepada ajaran nenek moyang.
Seiring dengan
masuk dan berkembangnya ajaran agama Islam dalam kehidupan urang Banjar, maka
terjadilah proses akulturasi antara ajaran yang dibawa oleh para penyebar agama
Islam dengan kebudayaan lokal yang sudah ada sebelumnya, salah satunya mewujud
dalam penyelenggaraan upacara Baayun Mulud atau Baayun Anak.
- Rumusan masalah
1.
Bagaimana asal usul Baayun Mulud ?
2.
Kapan waktu dan tempat pelaksanaannya ?
3.
Apa alat dan bahan Baayun Mulud ?
4.
Bagaimana prosesi upacara Baayun Mulud ?
5.
Apa pantangan dan larangannya ?
6.
Apa nilai – nilai Baayun Mulud ?
7.
Apa Manfaatnya ?
- Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan Metode
Qualitative Research. Dalam
pengumpulan data-data
dalam penelitian ini penulis menggunakan Studi Kepustakaan (Library Research),
dengan merujuk kepada artikel, buku-buku, internet, dan berita-berita media
yang relevan. Dalam pengumpulan data-data tersebut penulis lebih mengacu kepada
data-data dari internet dan buku-buku, karena keterbatasan penulis dalam
mencari data-data yang original.
BAB
II
PEMBAHASAN
Baayun Mulud : Upacara Adat Suku
Banjar, Kalimantan Selatan
Upacara
Baayun Mulud atau Baayun Anak adalah salah satu bagian dari rangkaian upacara
daur hidup yang berlaku di dalam tradisi orang-orang Suku Banjar yang sebagian
besar berdomisili di Kalimantan Selatan. Selain sebagai tradisi yang menjadi
rangkaian dari upacara daur hidup urang (orang) Banjar, upacara Baayun
Mulud/Baayun Anak juga dapat dijadikan sebagai sarana upacara tolak bala.
- Asal Usul Baayun Mulud
Masyarakat Suku Banjar yang mendiami
daerah Kalimantan Selatan dikenal sebagai kelompok suku bangsa yang
berkehidupan religius. Meskipun demikian, urang Banjar juga masih memegang
teguh tradisi dan adat-istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyang,
terutama terlihat pada masyarakat yang hidup di pedalaman. Penerapan
adat-istiadat tersebut, misalnya, terlihat pada tahapan siklus kehidupan urang
Banjar (dan juga Dayak) yang dahulu menganut ajaran kepercayaan Kaharingan
dengan pola hidup yang berdasarkan keyakinan kepada ajaran nenek moyang.
Seiring dengan masuk dan
berkembangnya ajaran agama Islam dalam kehidupan urang Banjar, maka terjadilah
proses akulturasi antara ajaran yang dibawa oleh para penyebar agama Islam
dengan kebudayaan lokal yang sudah ada sebelumnya, salah satunya mewujud dalam
penyelenggaraan upacara Baayun Mulud atau Baayun Anak. Kehidupan masyarakat
Banjar mengenal beberapa jenis upacara adat yang terhimpun dalam bingkai
upacara daur hidup. Rangkaian upacara daur hidup itu sendiri meliputi upacara
kehamilan, kelahiran, masa kanak-kanak menjelang dewasa, perkawinan, dan
kematian. Upacara Baayun Mulud/Baayun Anak termasuk ke dalam upacara yang
ditujukan untuk anak-anak menjelang dewasa, tepatnya ketika usia si anak antara
0-5 tahun.[1]
Sebenarnya, upacara ini telah menjadi
ritual wajib yang sudah menjadi tradisi jauh sebelum ajaran Islam dianut oleh
orang-orang Suku Banjar. Dulu, upacara adat ini dikenal dengan sebutan upacara
Baayun Anak. Sejalan dengan masuknya Islam, maka kemudian upacara Baayun Anak
dipadukan dengan ajaran agama Islam dan lantas disebut dengan istilah Baayun
Mulud. Sebelum beralkulturasi dengan ajaran Islam, upacara
Baayun Anak dilaksanakan sebagai sarana atau media untuk mengenalkan si anak
kepada Datu Ujung, yakni sosok leluhur yang digambarkan sakti mandraguna dan
memiliki pengaruh yang sangat besar. Urang Banjar pada zaman dahulu meyakini
bahwa anak-anak mereka bisa memperoleh keberkatan dalam hidupnya, tidak mudah
menangis, dan terhindar dari segala marabahaya. Untuk
itu. Pada zaman dahulu, setiap anak harus melalui upacara Baayun Anak sebagai
tanda penghormatan dan sekaligus memberi persembahan kepada Datu Ujung.
Pada
perkembangannya, penerapan upacara adat Baayun Anak berakulturasi dengan dakwah
ajaran Islam. Penghormatan yang sebelumnya dipersembahkan kepada leluhur,
diselaraskan dengan ajaran Islam, yakni agar si anak dapat mendapat sifat-sifat
baik seperti yang dimiliki oleh Nabi Muhammad. Akulturasi terhadap tradisi ini terjadi secara damai
dan harmonis serta menjadi substansi yang berbeda dengan sebelumnya karena
tradisi lama berubah menjadi tradisi baru yang bernafaskan Islam.[2]
Selaras dengan itu,
namanya pun berganti dari Baayun Anak menjadi Baayun Mulud karena ritual adat
ini diselenggarakan pada setiap bulan Mulud/ Rabi’ul Awal, bulan kelahiran Nabi
Muhammad. Ditelisik dari namanya, istilah “Baayun
Mulud” terdiri dari dua kata, yaitu “baayun” dan “mulud”. Kata “baayun” berarti
melakukan aktivitas ayunan/ buaian, atau kegiatan mengayun bayi yang biasanya
dilakukan oleh seseorang untuk menidurkan anaknya. Sedangkan kata “mulud”,
berasal dari bahasa Arab “maulud”, merupakan ungkapan masyarakat Arab untuk
menyebut peristiwa kelahiran Nabi Muhammad. Dengan demikian, istilah Baayun
Mulud mempunyai arti sebagai berikut: “Kegiatan mengayun anak (bayi) sebagai
ungkapan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad, sang pembawa rahmat bagi sekalian
alam”.
- Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Upacara Baayun Anak sebagai bagian tradisi dakwah
Islam sebenarnya sudah dikenal masyarakat Banjar sejak Kesultanan Banjar resmi
menjadi kerajaan Islam, yakni pada dekade kedua abad ke-14 Masehi. Pada
awalnya, upacara ini hanya diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga besar
kerajaan yang lahir pada bulan Safar karena bulan ini dipercaya sebagai bulan
yang penuh bala atau malapetaka.
Oleh karena itu, untuk menghindari
tertimpanya hal-hal yang tidak diinginkan pada anak, maka si anak wajib diayun
sebagai bentuk ritual tolak bala. Seiring dengan berjalannya waktu, ritual adat
ini juga populer di kalangan masyarakat kebanyakan, khususnya orang Banjar yang
tinggal di daerah hulu sungai. Dalam perkembangannya kemudian, tradisi Baayun
Anak justru lebih dikenal dengan sebutan Baayun Mulud. Tradisi ini rutin diselenggarakan
saban tahun, pada setiap tanggal 12 bulan Mulud atau Rabiul Awal tahun Hijriyah
(dalam penanggalan kalender Islam) untuk menyambut dan memperingati hari
kelahiran Nabi Muhammad (Maulid Nabi). Akan tetapi, jika upacara Baayun
Mulud/Baayun Anak dilaksanakan di luar tanggal tersebut juga diperbolehkan.
Upacara ini biasanya dimulai pada sekitar pukul 10.00 pagi.
- Peralatan dan Bahan[3]
Peralatan
dan bahan-bahan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upacara adat Baayun Mulud
antara lain sebagai berikut:
1) Ayunan (Baayun)
Ayunan
dibuat dari tapih bahalai atau kain sarung wanita yang pada ujungnya diikat
dengan tali atau pengait. Ayunan ini biasanya digantungkan pada penyangga
ruangan tengah rumah. Pada tali tersebut diikatkan Yasin, daun jariangau, kacang
parang, dan katupat guntur, dengan tujuan sebagai penangkal jin (mahluk halus)
atau penyakit yang dapat mengganggu bayi. Posisi bayi yang diayun ada yang
dibaringkan dan ada pula posisi duduk dengan istilah “dipukung”.
Kain ayunan ini terdiri atas 3 (tiga)
lapis. Lapisan paling atas menggunakan kain sarigading atau sasirangan (kain
tenun khas Banjar). Pada zaman dahulu, kain sasirangan yang bisa digunakan
untuk ayunan dalam upacara Baayun Anak harus bercorak tertentu, yakni motif
bahindang (pelangi). Sedangkan lapisan tengah menggunakan kain kuning (kain
belacu yang diberi warna kuning dari sari kunyit), dan lapisan paling bawah
memakai kain bahalai (kain panjang tanpa sambungan jahitan).
2) Hiasan Ayunan
Hiasan ayunan terdiri dari janur
pohon nipah atau pohon kelapa atau pohon enau. Jenis-jenis hiasan ayunan yang
dipersiapkan dalam pelaksanaan upacara adat Baayun Anak atau Baayun Mulud
antara lain berbentuk tangga puteri, tangga pangeran, payung singgasana, patah
kankung, kembang serai, gelang-gelang atau rantai, dan lain sebagainya. Hiasan
lain yang biasanya ditambahkan dapat berupa buah pisang, kue cucu, kue cincin,
dan hiasan-hiasan lain. Selain itu, pada tali ayunan juga diberi beraneka macam
pernak-pernik hiasan, misalnya anyaman janur hewan, katupat bangsur, halilipan,
kambang sarai, rantai, atau hiasan-hiasan dengan mengunakan buah-buahan dan kue
tradisional.
3) Piduduk
Piduduk adalah syarat upacara yang berupa bahan-bahan
mentah. Bahan-bahan yang termasuk dalam piduduk antara lain 3,5 liter beras, 1
biji gula merah, sedikit garam (untuk anak laki-laki) atau sedikit garam
ditambah dengan minyak goreng (untuk anak perempuan).
4) Sesaji
Sesaji adalah perlengkapan atau
syarat upacara. Sesaji yang diperlukan dalam pelaksanaan upacara adat Baayun
Mulud antara lain telur dan nasi lamak (lakatan) atau nasi ketan bersantan.
Sesaji disajikan di dalam piring yang diisi dengan susunan nasi lamak, kue
apem, kue cucur, inti kelapa, telur ayam rebus, papari, pisang, dan tape ketan.
Sesaji lainnya dan piduduk ditempatkan pada sebuah ember ukuran kecil, yakni
berupa beras, buah kelapa yang sudah dikupas kulitnya, sebungkus garam, dan
gula merah.
- Prosesi Upacara
Setelah
semua peralatan dan bahan tersedia, maka prosesi upacara adat Baayun Mulud
sudah siap untuk dilakukan. Pelaksanaan upacara ini biasanya dilangsungkan pada
pagi hari. Pertama-tama, ayunan digantungkan di tempat upacara, yakni di
ruangan bagian depan. Sebelumnya, ayunan tersebut telah diisi dengan batu pipih
sebagai pemberat. Orang-orang
yang hendak menyaksikan jalannya upacara Baayun Mulud ini bisa siapa saja,
termasuk warga dari lain kampung. Bahkan, tidak jarang pula ada orang yang
sudah tua ikut upacara ini karena mereka merasa pada waktu kecil dulu tidak
sempat melakukan
Baayun Mulud.
Para hadirin upacara ini diatur tata letaknya, yaitu
memadati bagian sisi ayunan. Kaum laki-laki berjajar pada bagian depan ruang
utama masjid atau rumah, tepatnya di barisan depan jajaran ayunan. Sedangkan
tamu perempuan berada di sisi kiri-kanan dan belakang ayunan. Sementara itu,
semua syarat upacara diletakkan di bawah ayunan. Demikian pula di setiap tiang
utama masjid diletakkan piduduk yang ditempatkan pada dua buah piring makan,
yakni beras kuning dengan inti kelapa yang diletakkan tepat di
tengah-tengahnya.[4]
Setelah semua siap, maka dimulailah acara pembacaan
Kitab Maulid Nabi. Naskah syair-syair yang dibacakan tergantung pada keinginan
bersama. Prosesi dimulai dengan pembacaan Syair Maulid yang dipimpin oleh
seorang Tuan Guru (ulama) dengan diiringi irama tetabuhan rebana. Syair-syair
Maulid yang umum dibawakan pada acara Baayun Anak seperti syair Mawlud
Barjanzi, Mawlud Syaraf al-Anam , atau Mawlud al-Dayba’i . Saat syair-syair itu
dibacakan, tepatnya ketika akan memasuki kalimat asyraqal , anak yang akan
diayun dibawa ke tempat upacara. Setelah batu pipih yang tadi diletakkan di
dalam ayunan dikeluarkan, maka barulah anak tersebut dimasukkan ke dalam
ayunan. Pada saat yang sama, yakni ketika memasuki kalimat asyraqal , semua
hadirin berdiri sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad karena
saat-saat itulah dipercaya bahwa ruh Nabi Muhammad hadir untuk menebar berkah
bagi semua orang yang ada di situ (Amas, dalam Sembari para hadirin berdiri,
anak yang berada di dalam ayunan itu mulai diayun-ayunkan secara perlahan-lahan,
yakni dengan menarik sehelai selendang yang sebelumnya telah dikaitkan pada
pangkal ayunan.
Dalam tradisi urang Banjar, dikenal
dua macam cara mengayun, yakni mengayun biasa dan mengayun badundang . Mengayun
biasa adalah mengayun dengan mengayun-ayunka ayunan secara lepas, sedangkan
mengayun badundang adalah mengayun dengan cara memegang tali ayunan Ketika
momen pembacaan kalimat asyraqal berlangsung, ibu si anak yang sedang diayun
itu turut khidmat dan ikut melafalkan lantunan kalimat syair sambil mengangkat
anaknya ke pangkuan. Pada waktu yang bersamaan, Tuan Guru yang memimpin
pembacaan syair berjalan ke arah ibu si anak untuk memberikan tapung tawar
kepada si anak.
Tapung tawar adalah tahap prosesi
dalam memberi berkat dengan mengusap jidat anak dan memercikannya dengan air
khusus yang biasanya disebut dengan air tutungkal . Air ini terdiri dari
campuran air, minyak buburih, dan rempah-rempah. Setelah selesai prosesi tapung
tawar, para hadirin duduk kembali. Pembacaan doa dilakukan dengan pengulangan
sebanyak 7 (tujuh) kali. Setelah tapung tawar, ada sejumlah kalangan tertentu
yang melanjutkan upacara ini dengan prosesi naik turun tangga manisan tebu atau
acara batumbang, namun ada juga yang langsung ke acara penutup.
- Pantangan dan Larangan
Dalam pelaksanaan upacara Baayun Mulud atau Baayun Anak, terdapat
beberapa pantangan atau larangan yang hingga kini masih dipatuhi.
Pantangan-pantangan tersebut antara lain: Hiasan janur tidak diperbolehkan
berbentuk burung. Anak yang sedang diayun tidak boleh dalam keadaan tertidur
sewaktu upacara Baayun Mulud/ Baayun Anak sedang berlangsung. Ada sejumlah
kalangan yang tidak memperbolehkan kaum wanita memasuki ruang tempat di mana
upacara Baayun Mulud/Baayun Anak dilaksanakan, namun ada juga yang
memperbolehkan dengan menempatkan kaum perempuan di sisi kiri, kanan, dan
belakang ayunan.
- Nilai-nilai
Pelaksanaan upacara Baayun Mulud atau Baayun Anak,
yang kemudian berpadu dengan kebudayaan Islam, mengandung nilai-nilai sebagai
berikut: Meneladani dan mengambil berkah atas keluhuran dan kemuliaan yang
dimiliki oleh Nabi Muhammad. Ilmu yang dituntut adalah ilmu yang telah
dianjurkan oleh Nabi, yakni mencakup ilmu dunia dan ilmu akhirat Dalam
pelaksanaan upacara ini terkandung harapan agar si anak yang diayun selalu mendapat
kebaikan dalam menempuh kehidupan yang selanjutnya. Sebagai salah satu upaya
untuk mewariskan dan mengenalkan tradisi urang Banjar kepada generasi muda
penerus bangsa. Selain itu, doa-doa dan berbagai perlengkapan yang digunakan
dalam upacara adat Baayun Mulud/ Baayun Anak juga memuat nilai-nilai tertentu.
Misalnya, susunan bahan-bahan dalam piduduk, antara lain beras dimaksudkan agar
paras muka si anak menjadi lebih rupawan, kelapa dan gula memuat maksud supaya
tutur kata si anak menjadi halus dan senantiasa berkata-kata manis (baik),
garam dengan harapan agar pembawaan si anak menjadi berwibawa, dan minyak
goreng (bagi anak perempuan) ditujukan supaya si anak menjadi orang yang peka
terhadap sekitarnya.
BAB
III
PENUTUP
- Kesimpulan
Upacara Baayun Mulud atau yang juga dikenal dengan
sebutan Baayun Anak merupakan tradisi yang mencerminkan transformasi atau
perubahan budaya dari keyakinan lama (kepercayaan kepada ajaran leluhur) ke
kebudayaan yang dibawa oleh ajaran Islam dan menjadi agama kemudian dianut oleh
mayoritas urang Banjar. Namun, perubahan budaya tersebut berlangsung dengan
damai dengan tetap menghargai dan mengakomodasi budaya lama yang sudah
terlanjur menjadi pegangan hidup masyarakatnya .
Baayun Mulud atau Baayun Anak
merupakan sebuah tradisi yang dapat dimaknai sebagai suatu upaya untuk
menyampaikan ajaran Islam dengan mengakomodir budaya lokal serta lebih menyatu
dengan lingkungan hidup masyarakat setempat. Dakwah kultural memang menghendaki
adanya kecerdikan dalam memahami kondisi masyarakat dan kemudian mengemasnya
sesuai dengan pesan- pesan yang terkandung dalam dakwah Islam.
Dengan demikian, upacara adat Baayun
Mulud atau Baayun Anak sudah menjadi salah satu simbol pertemuan antara tradisi
dan ajaran agama. Mengayun anak, jelas sebuah tradisi lokal yang dilakukan oleh
masyarakat Banjar dan Dayak secara turun-temurun dari dulu hingga sekarang
untuk menidurkan anak-anak. Sedangkan memberi nama anak, berdoa, membaca
shalawat, membaca Alquran, dan silaturrahmi merupakan anjuran dan perintah agama
Islam. Kedua ritus ini secara harmoni telah bersatu dalam kegiatan Baayun
Mulud/Baayun Anak, yang bahkan secara khusus dilaksanakan sebagai peringatan
sekaligus penghormatan atas kelahiran Nabi Muhammad. Pada masa sekarang ini, tradisi Baayun Mulu
atau Baayun Anak kerap diselenggarakan secara massal dan dijadikan agenda
budaya tahunan khas Kalimantan Selatan. Salah satunya seperti yang dihelat di
Museum Lambung Mangkurat, Kabupaten Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan,
rutinSetiap tahun sekali sebagai salah satu sarana untuk menyebarluaskan
informasi secara langsung dalam bentuk peragaan pagelaran adat budaya yang
Islami.
DAFTAR PUSTAKA
melayuonline.com/ind/culture/dig/2675/baayun-mulud-upacara-adat-suku-banjar-kalimantan-selatan
Zaenuddin Hudi Prasojo.
2011. “Indeginious Community Identity wihin Muslim Societies in Indonesia: A
Study of Katab Kebahan Dayak in West Borneo.” dalam Oxford Journal of Islamic Studies. Vol. 22.
Number 1.
Mudji Sutrsno dan Hendar
Putranto (ed.). 2005. Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius
[4] Zaenuddin
Hudi Prasojo. 2011. “Indeginious Community Identity wihin Muslim Societies in
Indonesia: A Study of Katab Kebahan Dayak in West Borneo.” dalam Oxford Journal of Islamic Studies. Vol. 22.
Number 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar