AJID THOHIR
PERKEMBANGAN PERADABAN DIKAWASAN DUNIA ISLAM
PERKEMBANGAN
PERADABAN ISLAM PADA DINASTI ABBASIYAH DI BAGDAD (750 – 1258 M)
A. Proses PembentukanDinastiAbbasiyah
Dinasti
Abbasiyah mewarisi imperium dari Dinasti Umayyah. Hasil besar yang telah dicapai
oleh Dinasti Abbasiyah dimungkinkan karena landasannya telah dipersiapkan oleh
Umayyah dan Abbasiyah memanfaatkannya.
Dinasti
Abbasiyah berkedudukan di Kota Bagdad. Secara turun temurun kurang lebih tiga
puluh tujuh khalifah pernah berkuasa di negeri ini. Pada ini Islam mencapai
puncak kejayaannya dalam segala bidang. Dinasti Abbasiyah inimerupakan dinasti
yang terpanjang berkuasa yakni antara 750 – 1258 M.
Dinasti
Abbasiyah mencapai keberhasilannya disebabkan dasar-dasar yang telah berakar
sejak Umayyah berkuasa. Ditinjau dari proses perbentukannya, Dinasti Abbasiyah
didirikan atas dasar-dasar antara lain:
1.
dasar
kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbul dari dinasti sebelumnya;
2.
dasar
universal (bersifat universal) tidak berlandaskan atas kesukuan;
3.
dasar
politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas dasar keningratan;
4.
dasar
kesamaan hubungan dalam hokum bagi setiap masyarakat Islam;
5.
pemerintahan
bersifat Muslim moderat, ras Arab hanyalah dipandang sebagai salah satu bagian
saja diantara ras-ras lain;
6.
hak memerintah
sebagai ahli waris nabi masih tetap ditangan mereka.
B. Faktor Pendukung
Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Diantara
situasi-situasi yang mendorong berdirinya Dinasti Abbasiyah dan menjadi lemah
sebelumnya adalah:
1)
timbulnya
pertentangan politik anatara Muawiyah dengan pengikut Ali bin Abi Thalib
(syi’ah);
2)
munculnya
golongan Khawarij, akibat pertentangan politik antara Muawiyah dengan Syah, dan
kebijakan-kebijakan land reform yang kurang adil;
3)
timbulnya
politik penyelesaian khilafah dan konflik dengan cara damai;
4)
adanya
dasar penafsiran bahwa keputusan politik harus didasarkan pada Al-Qur’an dan oleh
golongan Khawarij orang Islam non-Arab;
5)
adanya
konsep hijrah di manasetiap orang harus bergabung dengan golongan Khawarij dan
yang tidak bergabung dianggapnya sebagai orang yang berada pada dar al-harb,
dan hanya golongan Khawarijlah yang berada pada dar al-Islam;
6)
bertambah
gigihnya perlawanan pengikut Syi’ah terhadap Umayyah setelah terbunuhnya Husain
bil Ali dalam pertempuran Karbala;
7)
munculnya
paham mawali, yaitu paham tentang perbedaan antara orang Islam Arab dengan
non-Arab.
C. Alasan Ideologis
Dinasti Abbasiyah
Secara
kronologis anma Abbasiyah menunjukan nenek moyang dari Al-Abbas, Ali bin Abi
Thalib dan Nabi Muhammad. Hal ini menunjukan kedekatan pertalian keluarga antara
Bani Abbas dengan nabi. Itulah sebabnya kedua keturunan ini sama-sama mengklaim
bahwa jabatan khalifah harus berada di tangan mereka. Keluarga Abbas mengklaim bahwa
setelah wafatnya Rasulullah SAW, merekalah yang merupakan penerus dan penyambung
keluarga Rasul.
Secara umum sebenarnya keturunan Ali
bin Abi Thalib lebih dekat kepada Rasulullah karena Fatimah sebagai anak
perempuan Rasulullah dan Ali adalah sepupu sekaligus menantu beliau. Akan
tetapi Bani Abbas merasa lebih berhak mewarisi Rasulullah karena beranggapan
bahwa moyang mereka adalah paman Rasulullah. Pusaka tidak boleh diperoleh
sepupu, jika ada paman. Sedangkan keturunan dari anak perempuan tidak mewarisi
pusaka datuk dengan adanya pihak ashabah.
Dua pandanga yang berbeda inilah
yang menimbulkan klaim bahwa masing-masing merasa memiliki hak jabatan atas
kekalifahan setelah wafatnya Rasulullah.
D.
RevolusiAbbasiyah
Perjuangan
Bani Abbas secara intensif baru dimulai berkisar antara 5 (lima) tahun
menjelang Revolusi Abbasiyah di Hamimah. Pelopor utamanya adalah Muhammad bin
Ali bin Abbas di Hamimah. Ia telah banyak belajar dari kegagalan yang telah
dialami oleh pengikut Ali (kaum Syiah) dalam melawan Dinasti Umayyah. Kegagalan
ini terutama karena kurang terorganisasinya dan kurangnya perencanaan. Dari
itulah Muhammad bin Aki Al_Abbas mengatur pergerakannya secara rapid dan
terencana. Muhammad bin Ali Al-Abbas memulai
melakukan pergerakannya dengan langkah-langkah awal yang penting, diantaranya: pertama,
membuat propaganda untuk menghasut rakyat menentang kekuasaan Umayyah, serta menanamkan
ide baru tentang hak kekhalifahan. Kedua, membentuk faksi-faksi Hamimah,
faksi Kufah dan faksi Khurasan. Faksi Hamimah didominasi oleh pengikut Syiah, faksi
Kufah didominasi oleh pengikut Bani Abbas. Sedangkan faksi Khurasan didominasi
oleh para Mawali. Ketiga faksi ini bersatu dalam satu tujuan yaitu menumbangkan
Dinasti Umayyah. Ketiga, ide tentang persamaan antara orang Arab dan
non-Arab.
Propaganda –propaganda itu berhasil
membakar semangat api kebencian umat Islam kepada Dinasti Umayyah. Langkah
pertama memperoleh sukses besar melalui propaganda-propaganda yang dilakukan
oleh Abu Muslim Al-Khursani. Propaganda yang dikembangkan ahli bait,
sehingga lebih berhak menjadi khalifah. Abu Muslim juga menyebarluaskan
kebencian dan kemarahan terhadap Dinasti Umayyah yang selalu mengejar-ngejar
dan membunuh ahli bait. Selain itu juga mengembangkan ide-ide tentang persamaan
antara orang-orang Arab dengan non-Arab.
Setelah
Muhammad bin Ali bin Abbas meninggal tahun 743 M, perjuangan dilanjutkan oleh saudaranya,
Ibrahim sampaitahun 749 M. kemudian sejak tahun 749 M Ibrahim menyerahkan puncak
pimpinan kepada keponakannya, Abdullah
bin Muhammad. Pada masa inilah Revolusi Abbasiyah berlangsung. Philip K. Hitti
menyambut masa ini dengan revolusi ketiga dari drama politik Islam.
Abdullah
bin Muhammad alias Abdul-Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama Dinasti
Abbasiyah tahun 750 M. dalam kuthbah pelantikan yang disampaikan di Masjid
Kufah, ia menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah darah) yang
akhirnya menjadi julukannya. Hal ini sebenarnya menjadi permulaan yang kurang
baik diawal berdirinya dinasti ini, di mana kekuatannya tergantung kepada
pembunuhan yang ia jadikan sebagai kebijaksanaan politiknya.
Al-Saffah
berusaha dengan berbagai cara untuk membasmi keluarga Umayyah. Antara lain
dengan kekuatan senjata. Ia mengumpulkan tentaranya dan melantik pamannya
sendiri Abdullah bin Ali sebagai pimpinannya. Target utama mereka adalah
menyerang pusat kekuatan Dinasti Umayyah di Damaskus, sekaligus untuk
melenyapkan khalifah Marwan (khalifah terakhir Bani Umayyah). Pertempuran
terjadi di lembah sungai Az-zab (Tigris). Pada pertempuran itu Marwan mengalami
kekalahan dan mengundurkan diri keutara
Syira, Him, Damsyik, Palestina dan akhirnya sampai ke Mesir. Pasukan
Abdullah bin Ali terus menyerangnya hingga terjadi lagi pertempuran di Mesir
dan Marwan pun tewas.
Usaha
lain yang dilakukan Al-Saffa untuk memusnahkan keluarga Ummayah adalah dengan
mengundang kebih kurang 90 orang anggota keluarga Umayyah untuk menghadiri
upacara perjamuan dan membunuh mereka semua dengan cara yang kejam Bani Umayyah
di tumpas habis, Disamping itu agen-agen mata-mata disebar keseluruh imperium
untuk memburu para pelarian seluruh anggota Umayyah. Hanya satu orang yang
berhasil menyelamatkan diri kemudian kelak mendirikan Dinasti Umayyah di
Andalusia. Ia dikenal dengan sebutan Abdurahman Ad-Dakhil. Perlakuan kejam itu
tidak hanya diperlakukan kepada yang masih hidup tapi kepada yang sudah mati
pun kuburan-kuburan mereka dibongkar dan jenazahnya dibakar. Hanya kuburan
Muawiyah bin Abi Sufyan dan Umar bin Abdul Aziz yang selamat.
Abu
Al-Abbas hanya memerintah dalam kurun waktu singkat, yakni empat tahun. Oleh
karena itu ia kehilangan jatidirinya. Kehidupannya yang dikenal dalam
sejarah pertama-tama hanya sebagai
pembasmi Dinasti Umayyah.
Abu
Abbas Al-Saffah meeninggal pada tahun 754 M. dan digantikan oleh saudaranya,
Abu Jafar Al-Mansur dari tahun 754-774 M. dialah sebenarnya yang dianggap
sebagai pendiri Dinasti Abbasiyah. Dia tetap melanjutkan kebijaksanaan
Al-Saffah yakni menindak tegas setiap orang yang menentang kekuasaanya,
termasuk juga dari kalangan keluarganya sendiri, sifat dan wataknya oelah
sejarah para penulis dikenal disiplin
sebagai seorang politikus yang demorkatis, pemberani, cerdas, teliti,
dan memperhatikan kepentingan rakyat. Oleh karena itu tidaklah mengherankan
bahwa tidak kurang lebih dari 20 tahun kekuasaannya, ia telah berhasil
meletakan landasanya yang kuat dan kokoh bagi kehidupan dan kelanjutan
kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
D. Kemajuan dan
Kemunduran Dinasti Abbasiyah
1.
Kemajuan
Umat
Islam sesungguhnya dipacu untuk dapat mengembangkan dan memberikan motivasi,
melakukan inovasi serta kreatifitas dalam upaya membawa umat dalam keutuhan dan
kesempurnaan hidup.
Dari
perjalanan dan rentang sejarah, ternyata Bani Abbas dalam sejarah lebih banyak
berbuat ketimbang Bani Umayyah. Pergantian Dinasti Umayyah kepada Dinasti
Abbasiyah tidak hanya sebagai pergantian kepemimpinan, lebih dari itu telah
mengubah, menorah wajah Dunia Islam dalam refleksi kegiatan ilmiah.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada Bani Abbas merupakan iklim pengembangan
wawasan dan disiplin keilmuan.
Kontribusi
ilmu terlihat pada upaya harun Al-Rasyid dan puteranya Al-Makmun ketika
mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pusat peneropong bintang,
perpustakaan terbesar dan dilengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan.
a.
Lembaga
dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan
Sebelum
Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan dunia islam selalu bermuara pada masjid.
Masjid dijadikan centre of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya
pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan kedalam ma’had. Lembaga
ini yang kita kenal kedalam dua tingkatanyaitu:
1)
Maktab/kuttab
dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar
bacaan-bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajardasar-dsar ilmu
agama.
2)
Tingkat
endalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah
atau kemesjid-mesjid bahkan kerumah-rumah gurunya.
Pada perkembangan selanjutnya mulailah dibuka madrasah-madrasah
yang dipelopori Nizhamul Muluk yang memerintah pada tahun 465-485 H. lembaga
inilah yang kemudian berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah. Nizhamul Muluk
merupakan pelopor pertama yang mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada seperti
sekarang ini dengan nama madrasah. Madrasahini dapat ditemukan di Bagdad,
Balkan, Naishabur, Hara, Isfhan, Basrah, mausil, dan kota-kota lainnya.
Madrasah yang didirikan ini maulai dari tingkat rendah, menengah, serta
meliputi segala bidang ilmu pengetahuan.
b.
Corak
gerakan keilmuan
Gerakan keilmuan pada Dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik.
Kajian keilmuan yang kemanfaatannya bersifat keduniawian bertumpu pada ilmu
kedokteran, disamping kajian yang bersifat pada Alquran dan Al-Hadist, sedang
astronomi, matik dan sastar baru dikembangkan dengan penerjemahan dari Yunani.
c.
Kemajuan
dalam bidang agama
Pada
masa Dinasti Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua
metode penafsiran yaitu tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi.
Dalam bidang hadis, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan,
pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada zaman ini juga mulai
diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis. Pengklarifikasian itu secara
ketat dikualifikasikan sehimgga kita kenal dengan kualifikasi hadis hahih,
Daif, dan Maudhu. Bahkan dikemukakan pula kritik sanad dan
matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi yang meriwayatkan hadis tersebut.
Dalam bidang
fiqih, pada masa ini lahir fuqaha legendaries yang kita kenal, seperti imam
hanafiah (700-767 M) Imam Malik (713-795 M), Imam Syafei (767-820 M) dan Imam
Ahmad ibnu Hambal (780-855 M)
Ilmu lughah tumbuh berkembang dengan pesat pula karena bahasa Arab yang semakin
dewasa memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud
adalah nahwu, sharaf, ma’ani, bayan, badi, arudh, dan insya.
d.
Kemajuan
Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi
Kemajuan
ilmu teknologi (sains) sesungguhnya telah direkayasa oleh ilmuan Muslim.
Kemajuan tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Astronomi,
ilmu ini melalui karya India Shindhind kemudian diterjamahkan oleh Muhammad
ibnu Ibrahim Al-Fazari (777 M). ia adalah astronom Muslim pertama yang membuat
astrolabe, yaitu alat untuk mengukur ketinggian bintang. Disamping itu, masih
ada ilmuan-ilmuan muslim lainnya, seperti Ali ibnu Isa Al-Astrulabi,
Al-Farghani, Al-Battani, Umar Al-Khyyam dan Al-Tusi.
2)
Kedokteran,
pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah Ali ibnu Rabban AL-Tabari.
Pada tahun 850 ia mengarang buku Firdaus al-Hikmah. Tokoh lainnya adalah
Al-Razi, Al-Farabi dam Ibnu Sina.
3)
Ilmu
Kimia, Bapak ilmu kimia Islam adalah Jabir ibnu Hayyan (721-815 M) sebenarnya
banyak ahli kimia islam ternama lainnya seperti Al-Razi, Al-Tuqrai, yang hidup
pada abad 12 M.
4)
Sejarah
dan Geografi, pada masa Abbasiyah
sejarawan ternama pada abad ke 13 H adalah Ahmad Al-Yakubi, Abu Jafar Muhammad
bin Jafar bin Jarir Al-Tabari. Kemudian ilmu bumi yang termasyhur adalah ibnu Khurdazabah
(820-913 M)
e.
Perkembangan
Politik Ekonomi dan Administrasi
Sejarah telah mengukir bahwa pada jaman Dinasti Abbasiyah umat
Islam berada pada puncak kejayaan dan memimpin peradaban dunia saat itu. Masa
pemerintahan ini merupakan golden age dalam sejarah peradaban Islam,
terutama pada masa Khalifah Al-Makmun.
Daulat Dinasti Abbasiyah berkuasa kurang lebih lima abad (750-1258
M). pemerintahan yang panjang tersebut dapat dibagi dalam dua periode. Periode
I adalah masa antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai
Al-Mustakfi. Periode II adalah masa antara tahun 945-1258 M, yaitu masa
Al-Mu’ti sampai Al-Mu’tasim. Pembagian periodisasi ini diasumsikan bahwa pada
periode pertama, perkembangan diberbagai bidang masih menunjukan grafik
vertical, stabil dan dinamis. Sedangkan pada periode II, kejayaan terus merosot
sampai datangnya pasukan tarter yang berhasil menghancurkan Dinasti Abbasiyah.
Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah periode I,
kebijakan-kebijakan politik yang dikembangkan antara lain:
1)
Memindahkan
ibukota dari Damaskus ke Bagdad;
2)
Memusnahkan
keturunan Bani Umayyah;
3)
Merangkul
orang-orang Persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abbasiyah member
peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum mawali;
4)
Menumpas
pemberontakan-pemberontakan;
5)
Menghapus
politik kasta;
Selain kebijakan-kebijakan diatas,langkah-langkah lain yang diambil
dalam program politiknya adalah:
1)
Para
Khalifah tetap dari Arab, sementara para menteri, gubernur, panglima perang dan
pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan Mawali;
2)
Kota
Bagdad ditetapkan sebagai ibukota Negara dan menjadi pusat kegiatan politik,
ekonomi dan kebudayaan;
3)
Kebebasan
berfikir dan berpendapat mendapat porsi yang tinggi;
Pada masa pemerintahan
Abbasiyah II, kekuasaan politik mulai menurun dan terus menurun, terutama
kekuasaan politik pusat. Karena Negara-negara bagian tidak lagi memperduliakan
pemerintahan pusat, kecuali pengakuan secara politis saja.
Pada masa
permulaan pemerintahan Abbasiyah pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan cukup
stabil dan menunjukan angka vertical. Devisa Negara penuh berlimpah-limpah.
Khalifah Al-Mansur merupakan tokoh ekonomi Abbasiyah yang telah mampu meletakan
dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan Negara.
Disektor
pertanian, daerah-daerah pertanian diperluas di segenap wilayah Negara,
bendungan-bendungan dank anal-kanal digali sehingga tidak ada daerah pertanian
yang tidak terjangkau oleh irigasi.
Disektor
perdagangan, kota Bagdad disamping sebagai kota politik, agama dan kebudayaan
juga merupakan kota perdagangan yang terbesar didunia saat itu. Sedangkan kota
Damaskus merupakan kota kedua. Sungai Tigris dan eufrat pelabuhan transmisi
bagi kapal-kapal dagang dari berbagai penjuru dunia. Terjadinya kontak
perdagangan tingkat internasional ini terjadi sejak Khalifah Al-Mansur.
Dalam bidang
administrasi Negara, masa Dinasti Abbasiyah tidak jauh berbeda dengan masa
Umayyah. Hanya saja pada masa ini telah mengalami kemajuan-kemajuan, perbaikan
dan penyempurnaan.
Secara umum
menurut Philip K. Hitti, kendali pemerintahan dipegang oleh Khalifah sendiri.
Sementara itu dalam oprasionalnya, yang menyangkut urusan-urusan sipil
dipercayakan kepada wazir (mentri), masalah hokum diserahkan kepada qadi
(hakim) dan maslah militer dipegang oleh amir.
2.
Kemundufar
dan pecahnya system Khalifah
Dalam
periode II, kekuasaan pilitik Abbasiyah mulai menurun. Wilayah-wilayah
kekuasaan Abbasiyah secara politis sudah mulai cerai-berai. Ikatan-ikatan mulai
putus satu persatu antara wilayah-wilayah Islam.
Diwilayah
barat, Andalusia, Dinasti Umayyah mulai bangkit lagi dengan mengangkat
Abdurahman Nasir menjadi Khalifan/Amir al-Mukminin. Di Afrika Utara,
Syiah Islamiliah bangkit dan membentuk Dinasti Fatimah, dengan mengangkat
Ubaidillah Al-Mahdi menjadi khalifah dan kota Mahdiyah dekat Tunisia
dijadikan pusat kerajaan. Sehingga pada periode abad ke-10 M ini, system
kekalifahan akhirnya terpecah kedalam tiga wilayah; Bagdad, Afrika Utara dan
Spanyol.
Di
Mesir, Muhammad Ikhsyid berkuasa asat nama Bani Abbas. Demikian pula di Halab
dan Mousil Bani Hamdan bangkit. Sementara di Yaman, kedudukan Syiah Zaidiyah
semakin kokoh. Sedangkan di ibukota Bagdad sendiri, Bani Buwaihi berkuasa dalam
praktik (de facto) dalam pemerintahan Bani Abbas, sehingga khalifah
tinggal nama saja.
Factor-faktor
kemunduran itu dapat dikemukakan sebagai berikut,
a.
Bertentangan
internal keluarga
Dalam
pemerintahan terjadi konflik keluarga yang berkepanjangan. Ribuan terbunuh
akibat peristiwa Al-Mansur melawan Abdullah ibnu Ali pamannya sendiri, Al-Amin
dan Al-Makmun Al-mu’tasin melawan Abbas ibnu Al-Makmun. Konflik ini menyebabkan
keretakan pisikologis yang dalam dan menghilangkan solidaritas keluarga
sehingga mengundang campur tangan pihak luar.
b.
Kehilangan
kendali dan munculnya daulat-daulat kecil
Factor
keperibadian sangat menentukan pula keberhasilan seorang pemimpin. Kelemahan
pribadi diantara khalifah Abbasiyah mengakibatkan kehancuran system khalifah.
Terutama karena meraka terbuai dalam kehidupan mewah sehingga kurang
memedulikan urusan-urusan Negara. Perdana menteri seenaknya sajamenentukan
kebijakan parakhafilah. Mereka secara berturut-turut dalam rangka
mempertahankan pemerintahannya menggunakan kekuatan dari luar, seperti orang
Turki, Seljuk, dan Buawihi-Khwarizmui. Kekuatan dari luar ini lebih jauh
mengakibatkan kehancuran struktur kekuasaan dari dalam khafilah itu sendiri.
Akibat emahnya khalifah pusat, sedikit banyak telah menggoda sejumlah
penguasa daerah (gubernur) untuk melirik
pada otonomisasi. Para gubernur (amir) yang berdomisili diwilayah barat
Bagdad seperti Aghlabiyah, Idrisiyah, Fatimayah, Awawiyah II, Awawiyah,
Hamdaniyah, maupun yang berdomisili di Timur Bagdad seperti Tahiriyah,
Shafariyah, Ghazanwiyah, Samaniyah, mencoba untuk tidak tat lagi pada khalifah
pusat di Bagdad. Dalam keadaan yang penuh kekacauan dan keeping-keping inilah
dating pasukan Hulaghu Khan dengan tentara Tarearnya pada tahun 1258 M
menghancurkan Bagdad. Sampai disini berakhirlah Dinasti Abbasiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar